Sabtu, 30 April 2016

Mbak Yuli



Cerita ini mengisahkan hubungan sex yang aku lakukuan dengan kakak iparku. Aku seorang laki-laki bernama Bobi dengan umur 31 tahun. Bila di liat dari umur dan segi ekonomi, aku sudah mampu untuk berumah tangga. Terkadang ibuku sering memaksaku untuk mencari pendamping hidup, malah.suatu hari aku pernah di ancam akan di jodohkan bila belum menemukan pujaan hatiku. Tentu saja ancaman ibuku tersebut mengundang gelak tawa dalam hatiku. Ibuku beralasan dengan umurnya yang sekarang dia takut tidak dapat menyaksikan putra kesayangannya ini bersanding di pelaminan.
Cerita Sex: Mbak Yuli – Ist
Sebenarnya, apa yang aku alami sekarang bukan di karenakan aku tak menarik di hadapan perempuan. Melainkan trauma masa laluku dari cinta pertama yang dikhianati oleh gadis pujaan hatiku. Yang sebut saja namanya Mawar, wanita cantik bertubuh sexy yang sudah kupacari dari awal bangku kuliah. Mawar bukanlah gadis pendiam seperti wanita kebanyakan. Dia begitu supel dan lincah dalam bergaul, karana sifatnya itulah yang bikin aku jatuh cinta kepadanya. Namun apa daya,cinta ku yang tulus dan suci ini harus menerima penghianatannya dengan menyaksikan Mawar bercinta dengan dosennya sendiri. Pemandangan itu membuatku merasa jijik bila mengingatnya.
Hari itu tanpa sengaja aku mendapati Mawar sedang berdua dengan dosennya diruangan yang tidak ada orang melainkan hanya mereka berdua. Merasa penasaran aku mencoba mengintip apa yang sedang mereka lakukan, tiba-tiba kepala ku merasa pusing dengan apa yang kuliat. Dosen tua itu tanpa basa basi langsung melumat bibir mawar dengan begitu nafsunya, dengan ganas dosen tua itu menelanjangi mawar satu persatu sehingga tubuhnya tidak ditutupi oleh sehalai benangpun. Kakiku terasa lemas, tanpa terasa air mata ku pun jatuh di pipi meliat Mawar yang sama nafsunya melayani birahi dosen tua keparat itu. Kuliat tangan Mawar juga tak mau kalah ingin menelanjangi si Dosen tua hingga akhirnya diapun sama bugilnya dengan Mawar.
Dengan tergesa-gesa Dosen tersebut meletakkan mawar pada sebuah meja dan mengangkangi paha Mawar, dengan rakus dia menjilat kewanitaan mawar tanpa henti-hentinya. mawar hanya bisa pasrah dan mendesah ketika menerima perlakukan tersebut. kemudian kuliat dosen itu mengocok kan senjatanya. setalah senjata itu keras dan siap bertempur, dihunuskannya kelubang m*m*k Mawar. kuliat mulut Mawar ternganga menerima benda asing yang masuk kedalam m*m*k. dan Dosen tua itu pun dengan semangat menggoyangkan pinggulnnya maju mundur. dengan nafsu yang sedang menyelimuti kedua insan tersebut, segera kutinggalkan tempat dimana aku mngintip mereka. dengan air mata yang jatuh di pipi. aku berjanji akan membalas rasa sakit hatiku kepada semua kaum hawa (Dendam yang tak boleh ditiru ya bro).
Setelah apa yang kusaksikan, aku memutuskan hubungan dengan mawar. disinilah petualanganku terhadap wanita di mulai. tidak ada wanita yang tidak kutiduri bila dia sudah sah menjadi pacarku. namun kekecawaanku semakin beratamabah ketika aku semakin banyak meniduri wanita. diantara mereka tidak ad satupun yang virgin, akhirnya aku memutuskan apabila suatu saat aku mendapati wanita yang virgin maka dia lah yang akan menjadi pendamping hidupku. alasan ini aku ambil bukan karena ego ku. tapi tak lain dengan apa yang sudah di lakukan Mawar kepada ku.
Tepat umurku 29 Tahun, abangku Mas Bram (32 tahun) menikahi seorang perempuan desa yang cantik. wajahnya begitu ayu dan keibuan, dengan penampilannya itu mebuat dia berbeda dengan wanita kota kebanyakan yang kukenal. sikapnya yang begitu santun membuat aku sangat menghargai kakak iparku ini walau umurnya jauh 4 tahun di bawahku, namun karena abang sulung ku telah mempersuntingnya aku pun memanggilnya dengan sebutan Mbak Yuli.
semenjak menikahi Mbak Yuli, Mas Bram memutuskan untuk mengontrak rumah yang masih berada satu kota denganku.
Sehingga membuat aktifitasku menjadi bertambah setiap paginya untuk mengantar ibuku kerumah Mas Bram, aku sendiri merasa heran dengan sikap ibu yang begitu sayang kepada mantunya tersebut. melihat sikap yang di tunjukan Mbak Yuli kepada keluarga ku (terutama kepada ibu) membuat dirinya menjadi salah satu kreteria wanita idamanku. Namun dijaman sekarng wanita seperti itu susah dicari, dan dengan tanpa di sadari aku menaruh simpati kepada kakak iparku ini.
Tepat diusia pernikahannya menjelang 3 tahun, Mas Bram mengalami kemalangan ketika hendak berangkat ke tempat kerjanya. Mobil yang dikemudikannya mengalami kecelakaan tunggal, tidak ada luka yang fatal kepada diri Mas Bram apa lagi sampai merenggut jiwanya. Akan tetapi efek dari kecelakaan itu berakibat fatal buat Mas Bram, akibat benturan yang keras saat terjadinya kecelakaan membuat pinggang Mas Bram sering merasa ngilu yang teramat sangat. ketika dibawa berobat ke dokter psesialis saraf, dokter mengatakan beberapa saraf di pinggang Mas Bram putus dan berakibat juga pada kejantanan Mas Bram sendiri. tentu ini menjadi Petaka buat seorang laki-laki bila senjatanya tidak mampu berdiri.
Berbagai cara telah kami lakukan, Mulai dari berobat secara tradisional sampai terapi ke Luar Negeri, namun tetep tidak ada hasil yang memuaskan. Mas Bram pun sudah putus asa, aku pun mulai merasakan keputus asaan Mbak Yuli. Maklum, di usia pernikahannya hubungan ranjang tentu sedang panas-panasnya. Kasihan juga abangku ini, percuma apa dengan semua yang di lakukannya. untuk apa membawa uang segudang tapi kepuasan batin wanitanya tak bisa di penuhinya.
Pada suatu ketika, saat kegiatan rutinku untuk mengantar ibu kerumah Mas Bram. tidak biasanya pula ibu memintaku untuk menjemput ibu di siang harinya. ketika jam istirahat, akupun menjemput ibu karena tergesa-gesa dengan jam istrihat yang singkat aku meminta ibu segera menaiki kenderaan yang aku bawa. sesampainya dirumah aku kembali kekantor, tetapi saat di jalan Mbak Yuli menelponku.
“Bob,,,Ibu meninggalkan masakan yang kami buat tadi pagi”
“Waduh… tapi Ibu sudah dirumah mbak,, dan aku buru-buru harus balik kekantor”
“Gimana yah…itu masakan kesukaan ibu, tadi ibu meminta Mbak untuk memasakkan buat ibu”
Aku baru sadar, walo mbak aku nie sudah tiga tahun tinggal di kota tapi tetep aja Ndeso. bayangkan jangan kn bawa mobil, bawa motor saja dia tdk bisa. kuliat jam tangan ku, masih ada waktu 15 menit lagi untuk balik kekantor. dan aku putar kembali kemudi mobilku menuju rumah Mas Bram.
“okey dech mbak aku ambil pesanan ibu” sesampainya dirumah aku langsung masuk kedalam dan mencari Mbak Yuli
“Mbak……”
“Ya Bob, aku di dapur”
mendengar suara Mbak yuli aku langsung menuju ke dapur, aku terperanjat dan terpesona dengan apa yang kuliat di depa mata ku. Mbak Yuli mengenakan daster putih begitu transparan sehingga CD dan Branya yang berwarna ping dapat kuliat dengan jelas. spontan aku menelan air ludah ku, tubuh wanita yang berumur 27 tahun ini begitu seksi. dengan bongkahan pantatnya yang montok membuat mata benar-benar tak dapat berkedip kulit betisnya putih mulus, payudaranya terpampang begitu menantang betul-betul pemandangan yang tak pernah kuliat selama kakak iparku ini menikahi abangku.
“Lho Bob… kok bingung..ini ambil masakan yang dipasan tadi sama ibu”
“Akh…enggak mbak aku …”
Mbak yuli pun menyadari betapa liarnya mataku ini mejilati tubuh nya yang seksi.
“cepetan ntar kamu telat lho..”
“eh.. iya Mbak”
aku pun mengambil masakan yang sudang sipakan oleh mbak yuli, dengan curi-curi pandang kembali mataku menjilati lekuk tubuhnya. tanpa di sadari senjatu mengeras dengan sekeras-kerasnya. di mobil aku tak bisa konsen dengan apa yang barusan aku liat. wajah Mbak Yuli pun terus mebayangi lamunanku, ingin rasanya aku menikmati tubuh seksinya itu. dan aku pun mengetahu kalo mbak yuli pasti sudah haus akan nafsu birahinya. di kantor setiap aku ingin melakukan aktifita kerjaan kantor, lagi-lagi byangan mbak yuli menghatuiku. begitu manisnya iparku itu, dan aku harus mendapatkannya. begitu pikirna yang terlintas dalam benak ku.
Malam harinya ketika aku sedang duduk santai di berenda rumah dengan menikmati secangkir kopi, ibu datang menghampiriku.
“Bob..besok malam ibu mau menginap dirumah Mas mu”
“Lho .. knapa buk,, ga baiasanya ibu tidur disana”
“Mas Mu harus keluar kota ada urusan pekerjaan, jadi sayang Mbak Yulimu tinggal sendirian dirumah” spontan hatiku bersorak gembira mendapat informasi itu dari ibu, inilah saat ku menikmati kemolekkan tubuh iparku itu.
“Mas Bram keluar kota berapa lama bu”
“Katanya sama ibu sekitar dua minggu, dan dia meminta ibu agar menemani Yuli”
Hatiku kembali bersorak ketika mendengar bahwa Mas Bram akan meninggalkan Mbak Yuli dalam waktu yg lumayan lama. aku pun terdiam sendiri di berenda dengan mengatur strategi apa yang akan kupakai buat menaklukkan mbak yuli. aku teringat sesuatu dan berlari kedalam kamarku, aku bersorak ketika mendapatkan obat perangsang yang biasa kugunakkan untuk meniduri wanita masih bersisa. Keesokan malamnya aku mengatar ibu ke rumah mas bram. dan aku meliat Mbak Yuli datang menghampiri menyambut kami dengan gaun yang tidak begitu seksi seperti kemrin siang. Mbak Yuli memakai baju kaos putih dengan celana panjang yang sedikit longgar. namun bagiku Mabk Yuli tetap paling seksi.
“oh ya mbak aku ada bawa makan kesuakaan mbak nie” kuserahkan Bakso kesukaan mbak yuli, yang kubeli saat aku dalam perjalanan meuju kerumahnya.
“duh,,,makasih ya bob. lho untuk ibu ga di beli bob”
“ibu tadi udah mkan yul sebelum pergi kemari” sahut ibu ku
kemudian kami bercengkrama dengan asyiknya diruang keluarga. ketika jam menujukkan pukul 21.30 wib, ibu Mohon diri ingin istrihat. maklum jam segitu emank udah jatahnya ibu ku untuk istirahat.
“Mbak…udah pernah nonton film tsunami belum” tanyaku pada Mbak Yuli
“belum bob,, kayaknya film baru yah”
“iya … Mbak mau nonton ga” kataku sambil menuju ke televisi dan mengeluarkan plasdisch dari saku celanaku
“Lho…kamu dapat dari mana ???”
“tdi siank aku mendownloadnya di kantor”
“ayo ketahuan ya kamu di kantor kerjaannya cuma nonton film” ejeknya buat diriku
“ga akh mbak, kebetulan td siank aq lg nyantai jd ya.. gitu deh” tampikku
Film barat yang bertajuk tentang tsunami ini benra-benar mebuat mbak yuli sangat serius mnegikuti alur cerita. film yang berdurasi 1 jam 45 menit ini telah menghipnotisnya sehingga kadang-kdang mebuatnya menjerit dan meberikanku bertubi-tubi pertanyaan tentang tsunami. dirunagan keluarga yang hanya tinggal aku berdua dengan mbak yuli membuat aku bebas kembali menjilati tuuhnya yang seksi itu. di tengah keseriusannya mengikuti alur cerita, aku tak habis-habisnya memandangi tiap lekuk tubuhnya. ketika film tersebut hendak habis. mulai kumainkan strategi ku.
“duh.. Mbak aku haus. aku mau minim dulu, mbak mau ga ??” aku mencoba menawarinya
“boleh bob,,sangking seriusnya mbak jd megap-megap juga ni nontonnya”
yes… hatiku berteriak. satu langkah aku sudah menang. segera kumasukkan obat perangsang kedalam minuman mbak yuli dan menyodorkan minuman tersebut kepadanya. dan tanpa ragupun mbak yuli meminum air itu smapai habis. dan hatiku berteriak kembali, tinggal 15 menit film itu akan selesai dan akan disambung secara otomatis dengan film yang penuh dengan seks nya, yang sengaja aku download tadi siank. setealah fil baru di mulai. mbak yuli bertanya kepadaku.
“Lho,,,ini Fim apaan lg Bob ???”
“ini Film korea yang bercerita tentang pembunuhan mbak”
“Ih…Film kamu kok yang sadis-sadis terus sih ???”
“Tapi filmya seru lo mbak” kembali aku membela diri
Film kedua yang ku tonton sebelumnya sudah aku tonton dulan waktu di kantor. jd aku tau dimana saat film tersebut akan melakukan adegan seks. sementara obat perangsang yang kuberikan terus bekerja. setelah film tersebut mendekati alu adegan seksnya, akupun pergi kebelakang dengan buang air besar. agar Mbak Yuli terangsang menonoton adegan tersebut ketika dia seorang diri. dan betul saja tebakanku, ketika adegan tersebut selesai aku pun berpura-pura selesai membuang hajatku
“gimana mbak seru filmnya ???”
“Seru juga ya Bob…” jawabnya sedikit malu, tapi aku pura-pura tidak tau bahwa film itu ada adegan mesumnya.
kami diam sambil terus mengamati film tersebut, ketika adegan seks akan kembali dimulai mbak yuli tiba-tiba pamit dari acara nonton bareng itu.
“Lho kenapa Mbak,,, filmnya kan belum habis. lagian filmnya masih seru”
“Mbak udah ngantuk bob” apes dah niat ku, tp aku tak tinggal diam aku langsung melancarkan aksi ku yang berikutnya
“Ngatuk apa malu sih Mbak ??? ya dah nyatai aja. Anggap aja aku tak ada” Mbak Yuli lama berdiri sambil menatap layar televisi
“Udah ga pa-pa kok mbak ga sah malu” dengan ragu mbak yuli kembali duduk mengikuti alur cerita film kedua ini yang sedang beradegan mesum setelah adegan selesai mbak yuli malu ntuk berkata-kata, untuk mentapkupun mbak yuli juga malu.
“ternyata proses membuat anak itu nikmat ya mbak” aku memberanikan diri untuk mencairkan suasana namun apa yang terjadi wajah mbak yuli memerah ketika mendengar perkataanku, dan akupun mendekati mbak yuli dengan perlahan, mbak yuli merasa sedikit risih dengan gelagat ku tersebut.
namun entah pengaruh obat perangsang yang kuberikan dia menjadi jinak-jinak merpati.
“Bob… ada film lain ga???”
“lho knapa mbak, filmnya kan belum habis”
“Iya tapi…”
“tapi kenapa, mbak terangsang yah” aku langsung memojokkan mbak yuli aku tidak khawatir dengan sikap ku tersebut karna aku yakin dengan cara kerja obat perangsang yang sudah kuberikan
“Jujur iya bob,,, mbak takut ntar ga tau gimana” mendengar jawaban mbak yuli aku dejati dirinya semakin dekat tanpa ada lagi jarak antara kami
“kenapa takut mbak, kan ada aku” kuraih tangan mbak yuli dan berusaha megecup tangan itu dengan lembut, mbak yuli hanya diam meliat aksi ku itu.
meliat tak ad protes dari kakak ipar akupun meberanikan diri megecup bibirnya. dan tanpa disangka-sangka mbak yuli mebalas kecupan ku. namun tiba-tiba saja setelah lumayan lama kami saling mengulum mbak yuli mendorong tubuhku.
“sudah cukup bob”
“Kenapa Mbak ??? apa Mbak ga mau merasa kan kelanjutannya ??”
“bukan itu”
“terus kenapa mbak ???”
“aku takut diliat sama ibu”
“kalau begitu kita pindah ke kamar mbak aja yah” tanpa menunggu persetujuan darinya segera kumatikan televisi dan menggendong mbak yuli ke kamarnya. dan kurebahkan tubuhnya yang seksi itu ke tempat tidur sambil ku kecup bibirnya.
tanpa terasa permainan mbak yuli semakin liar, tubuhnya sudah tidak sabar menunggu kenikmatan dari diriku. kulepaskan oblong putih itu dan kulemparkan kelantai kamar, kutarik celana yang dipakainya dan itupun kulemparkan juga. sengaja aku tak membuka baju ku karna ingin meliat reaksi mbak yuli. mabk yuli yang kini hanya tinggal CD dan bra ternyata tidak mau menerima dengan kondisi ku yang masih utuh. dana dia pun membukakan bajuku. kupandangi tingkahnya itu memebuat aku semakin bersamangat untuk menyetubuhinya.
setelah baju ku berhasil dilepaskannya, dia pun melanjutkan askinya itu kecelanaku. kini aku tinggal CD sama dengan dirinya, sekarang kami saling berpelukan dan kembali untuk bercumbu, tangan ku pun mulai kembali menjalar keseluruh tubuhnya. kumasukkan kedua tangan ku kedalam branya dan meremas-remas payudara yang berukuran 34 itu. mbak yuli tak mau kalah dia memegang senjataku yang dari tadi sudah berdiri dengan gagahnya. karna aku masih memakai CD membuat mbak yuli sedikit kesulitan sehingga dia membuka CD ku, kini bertelanjanglang aku di hadapannya
“Mbak…Aku sayang sama mbak” kubisikkan kata-kata mesra ketelinganya, sambil kubuka bra putih yang menutupi bukit barisan itu.
ku lumat puting susu yang begitu menantang dengan merah merekah. terdengar desissan mabk yuli seperti ular..
“sssssssssssssttttttt,,,,akh…bob..” hanya itu kata-kata yang keluar dari bibirnya, aksiku tidak disitu saja tangan ku mulai menurunkan CD yang di kenakannya, terasa bulu yang tidak begitu lebat tumbuh di sekitar m*m*k mabk yuli.
kini CD itu berhasil kulepaskan dengan sedikit bantuan dari dirinya.
“mbak Aku mau jilati punya mbak” mendengar apa yang barusan kukatakan mbak yuli hanya diam sambi memejamkan mata, dan akupun langsung menuju m*m*k nya itu.
terlihat punya mbak yuli itu sudah berlendir, dan membuat aku langsung melahap gua kenikmatan itu. aksiku itu mendapat respon dari mbak yuli dengan menggoyangkan pinggulnya. dan akupun sejadinya-jadinya menelusuri gua itu dengan lidah ku. setelah cukup lama aku bermain dengan m*m*k mbak yuli aku pun segera mengambil posisi untuk menikamkan senjataku kedalam guanya
“mbak kumasukkan sekarang ya” lagi-lagi mbak yuli hanya diam, kugesek-gesekkan pedangku dumulut gua itu, sambil kudekap tubuh indahnya dan mnyerang bibirnya dengan ciuman-ciuman yang mengairahkan.
sleeeeeeeeeeeb… akhirnya senjatku dapat menikam masuk jauh kedalam lubang kenikmatan mbak yuli..
“akhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh…….” hanya itu kata-kata yang keluar dari mulut kami berdua, selanjutnya kembali kuciumi bibir itu sambil memompa M*m*k mbak yuli dengan perlahan
” akhhhhhh….bob.. geli…bob…”
“iya sayang…akupun juga merasa geli” mbak yuli dengan kuat merangkul tubuhku sehinga kamibetul-betul bersatu dalam kenikmatan
“bob…sssssssssssttttttttt….akhhhhhhh…teeekan yang kuat bob”
“iya sayang” aku berusaha membenamkan senjataku semakin dalam.
setiap kutekan, mbak yuli terus menerus merintih
entah sudah berapa lama kami melakukannya aku pun tak tau. yang aku tau, aku ingin memuaskana mabk yuli malam ini
“Sayang….akh…yuli mau sampai sayang akhhhh…stttt”
“keluarkan terus sayang,,,aku ingin mebahagiakannmu malam ini akhhhh”
goyanganku semakin cepat ketika aku tau mbak yuli mau orgasme… dan…
“akkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkhhhhhhhhhhhhhhh Bob…. ” yuli mengejang tanpa di sadarinya dia juga mencakar bokongku
” aku sudah keluar sayang” mendengar perkataan mbak yuli aku berhenti menggoyangkan punyaku.
aku mencium bibirnya sangat mesra sambil menyeka keringat di dahinya. sekali-kali kau juga mencium manis keningnya. dang tersa berdenyut-denyut punya ku dibuat M*M*k mbak yuli
“kamu suka sayang” tanyaku sama mbak yuli
“aku sangat suka, dan aku puas sayang”
“kalo gitu aku akan memuaskanmu lagi” dengan senjataku yang masih berada di dalam kembali kugoyang dengan perlahan punya mbak yuli
ternyata mbak yuli tak mau kalah dengan tempo irama goyanganku. yang awalnya tadi dia hanya diam kini dia pun ikut menggoyangkan pinggulnya sehingga terasasangat senjataku kian melesak masuk kedalam kami kembali berciuman dengan nafsu yang meledak-ledak
“terus…terus..sayang….buat yuli melayang”
“sayang,,,aku sudah hampir sampai, kita gantian yah” dengan balasan goyangan mabk yuli aku hampir saja KO di buatnya, tapi aku cepat bertindak mengambil alih agar posis ditukar… dan mbak yuli pun sekarang berada di atas dan aku di bawah. dengan perlahan dimengarahkan dan memasukkan punyaku kedalam guanya. dan blesssssss.
punyaku kembali di telan gua yang sangat nikmat itu….
“akh…akh…sayang…” mbak yuli kembali meracau
“sanyang….goyangan mu enak” aku meberikan pujian dengan apa yang dilakukan oleh mbak yuli, ternyata pujian ku itu membuta dia semakin menjadi-jadi menggoyangi punyaku
“sayang yuli mau sampai lagi” benar saja kata orang kalo cewek diatas pasti cepat dapat kenikmatannya
“iya sayang kita sama-sam yah” semakin kencang goyangan itu dan aku juga menghentakkan punyaku kedalamnya dan seeeeeeeeeeeeeerrrrrrr…serrrrrrrrrrrrr..serrrrrrrrrr punyaku meletus di dalam punya mbak yuli mbak yuli juga meledakkan birahi nafsunya yang keduan kami terkulai lemas sambil berpelukkan mabk yuli yang masih berad di atsku kepkeluk sekuat-kuatnya
“sayang makasih ya” aku mengecup keningnya….
tempat tidur yang awalnya tertata rapi kini bagaikan kapal pecah yang diterjang ombak. ya … diterjang ombak nafsu antara aku dan mbak yuli.semenjak kejadian itu,,, aku dan mbak yuli tiap malam melakukannya selama mas bram masih berada di luar kota oh… mbak Yuli….dirimu benar-benar menaklukan diriku…

Kesepian

Cerita Sex: Kesepian

Sehari-hari, aku biasanya membantu kakek. Kakek mempunyai ladang yang meski tak begitu besar, tapi cukup untuk memenuhi kebutuhan kami sehari-hari. Ladang itu sebagian dia jadikan tempat memelihara ikan, dan sebagian lagi ia jadikan tempat bercocok tanam segala macam jenis sayuran, mulai dari kol, sawi, bawang merah, kacang panjang, tomat, bahkan cabe. Kampung kami memang sangat sepi, saat itu belum ada listrik.
Cerita Sex: Kesepian – Ist
Di pertengahan kelas 5 SD, nenek meninggal dunia. Hal itu sempat membuat keluarga kami shock, khususnya kakek, dia tak menyangka akan ditinggal oleh nenek secara mendadak. Kakek sempat murung dan berubah jadi pendiam selama beberapa bulan. Aku sempat sedih juga karena kehilangan tempat main dan panutan kalau lagi ada masalah di sekolah. Ibu yang merasa iba pada kakek akhirnya berusaha menjodohkan kakek dengan seorang wanita, sebut saja mbak Darsih, seorang wanita parubaya yang masih kelihatan cantik di usianya yang sudah lewat 30 tahun.
Awal perkenalan ibu dengan mbak Darsih terjadi saat wanita itu ingin membeli ikan milik kakek untuk acara hajatan ulang tahun putra sulungnya. Mengetahui kalau mbak Darsih adalah seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya -sama dengan kakek yang ditinggal mati oleh nenek- ibu berusaha menjodohkan mereka. Dan di luar dugaan, mbak Darsih menerimanya, padahal selisih usia mereka sekitar 30 tahun. Mungkin karena melihat kakek yang masih kelihatan gagah di usianya yang sudah lanjut, mbak Darsih jadi kesengsem. Kakek memang masih kelihatan berotot dan awet muda meski kulitnya agak sedikit gelap, itu akibat kebiasaannya bekerja keras di ladang setiap hari.
Begitulah, sekitar 7 bulan setelah ditinggal oleh nenek, kakek menikah lagi. Mbak Darsih yang dulunya tinggal di desa sebelah, setelah menikah dengan kakek, sepakat untuk tinggal bersama kami. Dia membawa serta 2 orang anaknya yang masih kecil-kecil. Mbak Darsih ternyata orangnya baik, diapun secara ekonomi sangat mapan, jauh dibanding kakek, hingga tak jarang akhirnya sering membantu keuangan keluarga kami, khususnya ibuku yang memang tak tentu mendapat kiriman dari ayah. Mbak Darsih mempunyai beberapa rumah peninggalan almarhum suaminya yang dia kontrakkan.
Sebagai rasa terima kasih, aku berusaha tidak menolak jika disuruh apapun olehnya, karena kadang mbak Darsih juga memberiku upah, meski kadang aku harus pergi melintasi kampung lain untuk berbelanja memenuhi permintaannya.
Sifat lain dari mbak Darsih yang aku suka, dia bukan tipe orang yang malas. Tak jarang dia mencucikan pakaian milikku saat ibuku terlalu sibuk bekerja. Saat dia mencuci, aku sering kali membantunya menimba air, hal yang memang sudah rutin aku lakukan kalau mencuci bersama ibuku. Hal itu makin membuat mbak Darsih sayang kepadaku. Aku yang kadang suka diledek oleh teman-temanku -bahkan saudara-saudaraku- sebagai anak yang sedikit bodoh dan polos, tapi di mata mbak Darsih, aku adalah anak yang baik. Tapi ada satu kebiasaanku yang sering membuat ibuku marah; jika sudah tidur, aku akan sulit sekali dibangunkan. Apalagi kalau baru saja terpejam, mungkin butuh satu ember air, baru aku bisa bangun.
Sampai akhirnya, saat aku di akhir kelas enam SD, ayah meminta ibu untuk pindah mengikutinya. Kata ayah, usahanya sudah lumayan rame, daripada membayar orang untuk membantu, mending mengajak ibu saja. Alasan lainnya, karena ayah tak kuat kalau harus terus jauh dari ibu. Saat itu aku masih belum mengerti apa maksudnya. Ibu yang tampaknya juga merindukan ayah, akhirnya setuju.
Rencana awalnya, aku dan adikku akan dibawa. Tapi kakek melarang, katanya: mending kami ditinggal dulu, karena ayah belum benar-benar mapan, sayang kalau buang-buang uang untuk biaya kami pindah sekolah. Saat itu, aku memang sudah mendaftar ke SMP di kotaku. Adikku saat itu masih kelas lima SD. Alasan kakek cukup masuk akal. Tapi adik perempuanku yang memang sangat dekat dengan ibu, tidak mau ditinggal, dia ngotot untuk ikut dengan ibu pergi ke kota menemani ayah. Akhirnya, setelah berembug cukup lama, kakek memutuskan; adikku boleh ikut ibu, sedangkan aku akan tetap di kampung bersama kakek. Aku sendiri tidak keberatan karena selama ini aku memang dekat dengan kakek. Jadilah aku berpisah dengan ibu dan adikku.
Kepindahan ibu tidak membuatku merasa kehilangan karena kadang tiap bulan ibu pulang. Selain untuk menengokku, ibu juga memberi uang sekedarnya untuk kakek. Selama kepergian ibu, mbak Darsih lah yang ganti menjagaku. Dia sudah menganggapku seperti anaknya sendiri. Kalau dulu aku sering tidur di bale-bale, sekarang aku lebih leluasa tidur di kamar. Mbak Darsih memberiku kamar belakang yang dulu ditempati oleh ibu. Sedangkan kakek dan mbak Darsih tetap di kamar depan, bersama anak-anaknya yang masih kecil. Kamar di rumah kakek memang hanya dua, berhadap-hadapan, walau kamar kakek sedikit lebih besar.
Akhirnya, aku lalui hari-hari bersama kakek dan mbak Darsih dengan penuh suka cita. Seringnya di rumah berdua membuatku dekat dengan mbak Darsih, dia pun jadi tahu dengan salah satu kebiasaan burukku.
”Kenapa sih kamu kalau dibangunin susah sekali? Semalam mau mbak suruh pindah ke kamar karena udara dingin banget, takut kamu sakit.” kata mbak Darsih pada suatu hari, saat dia kesulitan membangunkanku.
“Yah, dia mana bisa dibangunin! Ada bom meledak juga tetap ngorok,” sahut kakek sebelum aku sempat menjawab.
Aku cuma tertawa menanggapinya.
Tak terasa, sudah satu tahun kami hidup bertiga. Kini aku sudah naik ke kelas 2 SMP. Saat itulah, untuk pertama kalinya aku mengalami mimpi basah, itu sebenarnya membuatku sangat heran dan bingung. Ingin bertanya, tapi tak tahu kepada siapa. Seiring dengan itu, suaraku juga mulai berubah, membuat aku malas bermain dengan teman-teman lain. Ditambah bulu-bulu halus di bawah hidungku yang juga mulai tampak, aku makin menjadi bahan ledekan teman-temanku. Aku yang awalnya anak yang jarang suka bermain, sekarang jadi makin malas keluar. Paling hanya ke sawah tak jauh dari rumahku, itupun kalau pas musim layangan saja. Selebihnya, aku lebih suka melihat kakek berkebun atau memberi makan ikan.
Biasanya, setelah adzan maghrib berkumandang, kampung kami menjadi sepi. Kegelapan terlihat dimana-mana, hanya lampu-lampu minyak yang menyala, atau kadang juga petromak yang menjadi penerang bagi warga kampung yang letak rumahnyapun tak begitu berdekatan. Hanya masjid yang biasanya ramai hingga sekitar jam tujuh malam. Setelah itu, desa kami benar-benar sepi dan kebanyakan penghuninya langsung terlelap dalam mimpi.
Di pertengahan kelas dua, kulihat kakek suka mulai merasa kelelahan, mungkin karena usianya yang makin merambat senja. Aku memang kadang suka diminta kakek, atau bahkan mbak Darsih, untuk memijat mereka. Tapi di saat itu, hampir seminggu sekali kakek menyuruhku melakukannya. Aku pun kadang meminta pertolongan mbak Darsih, terutama jika aku ingin dikerok. Mbak Darsih memang kadang melakukan itu jika aku masuk angin.
Pagi itu, kulihat kakek tidak ke ladang. “Sakit lagi ya, mbak?” tanyaku.
”Ah, biasa. Memang harus istirahat dulu. Seminggu lalu baru kuras kolam, eh kemarin malah tanam tomat.” katanya.
Kulihat mbak Darsih menatapku penuh arti, saat itu aku sedang menimba air hanya dengan bercelana dalam saja. Aku tak merasa aneh karena aku sudah sering melakukan itu. Dan selama ini tidak pernah ada masalah.
Hingga suatu hari, secara tak sengaja, handuk yang kupakai untuk melilit tubuhku jatuh saat aku sedang asyik menimba, padahal saat itu aku sedang tidak memakai celana dalam, hingga terlihatlah burung mudaku di depan mata mbak Darsih. Dia tertawa cekikikan saat melihatnya,
”Cepetan ditutup, nanti burungnya kabur lho!” dia berkata sambil melengos ke samping, kulihat mukanya jadi agak pucat dan memerah.
Aku yang tak merasa risih sama sekali, hanya bersikap biasa saja.
”Iya, mbak.” kuraih handukku dan kusampirkan lagi ke pinggangku.
Kuteruskan lagi menimba air. Di pikiranku; karena saat SD dulu mbak Darsih sering memandikanku jika ibu lagi repot, tentunya dia sudah sering melihat tubuh telanjangku, jadi buat apa malu. Aku tak pernah menyangka, kalau peristiwa sore itu ternyata begitu berkesan bagi mbak Darsih.
Sampai kemudian, saat itu aku baru saja menyelesaikan ujian akhir kelas dua SMP, usiaku mungkin sekitar 14 tahun. Hari itu, kakek lagi pergi ke kota untuk membeli benih. Jam tujuh malam, saat mbak Darsih masih asyik mendengarkan radio, aku sudah terlelap. Tidak seperti biasa, malam itu aku bermimpi. Mimpi yang sangat aku nantikan. Mimpi basah. Tapi entah, malam itu mimpiku terasa begitu nyata. Aku merasa kontolku memasuki lubang yang sangat hangat. Enaaak sekali! hingga tak lama kemudian, aku pun mengejang. Saat itu aku merasa ada orang duduk diatas pangkuanku, tapi dasar aku kalau tidur lelap sekali, aku tidak bisa mengetahui itu beneran atau cuma mimpi.
Paginya, aku langsung memeriksa celanaku. Heran, tak ada kerak kering bekas air maniku, hal yang biasanya aku temukan jika habis bermimpi basah. Yang membuatku makin bingung, mimpiku sepertinya terasa sangat nyata. Nikmatnya berkali-kali lipat daripada biasanya. Aku ingin mengulanginya lagi.
Dan keberuntungan membuatku merasakannya tak lama kemudian. Tepatnya kurang dari dua minggu sejak mimpiku yang pertama. Tapi kali ini aku agak sedikit sadar karena aku memang belum benar-benar terlelap. Kembali kurasakan seperti ada orang duduk di atas pinggangku, tapi penyakit lelapku membuatku tak bisa membuka mata. Aku hanya bisa menikmati rasa nikmat yang menjalar cepat di batang kontolku, rasa hangat dan geli seperti dipijit-pijit oleh benda yang sangat lembek dan empuk, membuatku meringis dan merintih dalam tidur.
Cukup lama aku menikmatinya, sampai akhirnya aku mengejang tak lama kemudian. Sebenarnya aku tak ingin rasa itu cepat berakhir, tapi mau bagaimana lagi, kutahan sekuat apapun, aku tetap tidak bisa mencegah rasa nikmatnya. Terpaksa kubiarkan spermaku menyembur keluar sebelum aku kembali terlelap beberapa detik kemudian.
Hal itu terus berlangsung selama beberapa minggu berikutnya. Meski cukup menggangu pikiranku, tapi jujur, aku sangat menikmatinya. Mimpi itu terasa nyata sekali, seperti aku benar-benar melakukannya. Sampai akhirnya, kembali kakek harus pergi ke kota untuk membeli bibit.
“Besok senin, pagi-pagi aku sudah pulang.” katanya kepada mbak Darsih.
Dia lalu menoleh kepadaku.
“Kamu istirahat aja, besok kan sekolah.” katanya. Ya, saat itu badanku memang sedikit kurang enak. Sepertinya masuk angin.
Kakek menyuruh mbak Darsih untuk mengerokiku, tapi aku tidak mau.
”Bentar juga enakan sendiri.” kataku.
Tapi sorenya, saat aku masih meringkuk di kamar dengan badan lemas, mbak Darsih menghampiriku.
“Sini, kukerok aja. Kamu juga nggak usah mandi dulu, takut nanti tambah parah.” katanya.
Aku hanya diam dan tetap berbaring tengkurap. Mbak Darsih kemudian mengangkat kaosku. Sambil mengurut punggungku dengan uang koin, dia berkata.
“Kamu tuh udah gede, kalau mandi tutup pintunya, jangan seenaknya gitu, apa nggak malu?” tanyanya.
“Malu sama siapa, mbak? Kan nggak ada orang, paling cuma kakek.” kataku.
“Iya, tapi kali aja ada tetangga yang datang.” kata mbak Darsih.
”Ah, nggak merah. Kamu mungkin telat makan aja, jadinya kembung. Makanya jangan telat makan.” dia menasehati dan akhirnya memijat punggungku.
Setelah punggung selesai, ia kemudian menyuruhku berbalik. ”Biar kupijat dada sama perutmu.” katanya.
Kubalikkan badan. Aku mulai merasa geli saat mbak Darsih perlahan mengurut perutku. Tanpa sadar, kontolku mulai bergerak menegang.
”Kamu tuh yang bener kalau pake celana. Celana rusak masih aja di pake.” katanya.
Aku saat itu memang memakai celana bekas SD-ku dulu yang bagian resletingnya sudah rusak, hingga menampakkan sedikit kulit batang penisku.
Saat mbak Darsih memijat bagian bawah perutku, kontolku makin tak karuan tegangnya, mbak Darsih hanya tersenyum saat melihatnya.
”Ih, tuh kan, saking sempitnya sampe nonjol gitu.” katanya dengan halus.
”Kayaknya sesak banget ya?” tanya mbak Darsih.
Aku kira dia membicarakan celanaku, jadi aku menyahut enteng saja.
”Iya, mbak.” jawabku.
”Dibuang saja,” kata mbak Darsih.
”Dibuang gimana, mbak?” kataku tak mengerti.
Tidak menjawab, perlahan mbak Darsih memijat pangkal pahaku. Dan entah sengaja atau tidak, dia berkali-kali menyenggol bagian selangkanganku. ”Ih, bener. Sesak banget! Kayaknya pengen dikeluarin tuh.” katanya.
”Dikeluarin?” aku semakin tak mengerti.
”Bener-bener harus dibuang, hehe.” sahut mbak Darsih sambil terkikik.
“Terserah ah, gimana enaknya mbak aja.” jawabku pada akhirnya. Pasrah, percaya sepenuhnya kepadanya.
“Iya, tapi kamu jangan bilang-bilang kakek ya?” bisiknya.
“Iya, mbak, masa mau bilang kakek,” kataku mengangguk, masih berfikir dan tak mengerti apa yang ia maksudkan.
”Ehm… sekarang, tutup muka kamu dengan bantal.” kata mbak Darsih kemudian.
Aku menurut, walau sedikit heran. Masa lepas celana aja harus pakai tutup muka segala? Tapi aku tetap melakukannya.
“Gini ya, mbak?” kutindihkan bantal ke mukaku hingga aku tidak bisa melihat apa-apa.
”Aku buang semuanya ya?” kata mbak Darsih.
Aku masih tak mengerti, tapi aku tetap menjawab,
”Terserah, mbak.”
Akhirnya kurasakan celanaku ditarik ke bawah. Dan tidak cuma celana pendek, kurasakan celana dalamku pun ikut ia tarik hingga terlepas semuanya. Sungguh, aku merasa kikuk, malu, dan agak risih telanjang di depan mbak Darsih.
”Mungkin mbak mau mengganti semuanya karena aku nggak mandi,” bisikku dalam hati untuk menenangkan pikiranku yang mulai bergejolak.
Di bawah, kontolku yang sudah menegang kini makin mengacung tegak ke atas saat tangan mbak Darsih mulai merabanya, memperlihatkan segala kejantanan dan kekuatannya.
”Ih, keras amat” katanya sambil mulai mengocok pelan.
Rasa geli dan nikmat langsung kurasakan, aku tidak sanggup untuk menolak. Apalagi saat tak lama kemudian, kurasakan tubuh montok milik mbak Darsih mulai mengangkangiku, membuatku makin terbuai dan terpesona. Batang kontolku kini tepat menempel ke belahan vaginanya. Bahkan sesaat kemudian, kurasakan ujung kontolku perlahan menembus, memasuki belahan dagingnya yang sangat hangat, yang mengingatkanku akan nikmat mimpi basahku beberapa minggu terakhir. Sungguh, seperti ini rasanya, sangat mirip sekali!!
”Kamu diam saja, jangan dibuka bantalnya!” mbak Darsih berkata sambil terus menekan pinggulnya ke bawah.
Dinding vaginanya yang lembek dan lengket semakin menggerogoti batang kontolku. Ya Tuhan, apa mbak Darsih sedang menyetubuhiku? Tanyaku dalam hati, namun tidak bisa menolak. Begitu nikmat rasa ini hingga aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku hanya bisa diam dan menikmati apapun yang ia berikan.
Di sela-sela kebingunganku, perlahan tapi pasti, kontolku semakin masuk ke dalam, menghunjam dan menembus memek mulus mbak Darsih, bahkan kini sudah mentok di mulut rahimnya. Kontolku kini sudah menancap sepenuhnya, mengisi rongga memek mbak Darsih yang kurasa sangat sempit dan legit. Aku hanya bisa menutup mata dan menyembunyikan mukaku di balik bantal saat perlahan mbak Darsih mulai menggerakkan badannya naik turun.
Goyangannya itu membuat alat kelamin kami yang saling bertaut erat mulai bergesekan pelan. Rasanya sungguh nikmat sekali. Kudengar nafas mbak Darsih semakin berat dan tak teratur, membuatku semakin tak kuasa menahan gejolak. Akhirnya akupun mengejang. Perlahan cairan hangat keluar dari kontolku, menyemprot deras di liang memek mbak Darsih, yang dibalas olehnya dengan denyutan nikmat dinding-dinding rahimnya.
Setelah muncrat semuanya, barulah mbak Darsih melepaskan himpitannya dan merapikan kembali celanaku. Kontolku yang basah oleh cairan kental, ia lap dengan menggunakan kain lembut. Kutebak itu adalah celana dalamnya.
“Udah, boleh dibuka sekarang.” kata mbak Darsih kemudian.
”Sudah nggak sesak lagi kan?” tanyanya sambil tersenyum.
Aku hanya diam, tidak tahu harus berkata apa. Persetubuhan pertamaku dengan mbak Darsih membuatku kehilangan kata-kata. Tapi, benarkah ini yang pertama? Setelah merapikan kembali pakaiannya, kuperhatikan mbak Darsih yang melangkah pergi meninggalkan kamarku.
Keesokan harinya, kakek masih belum kembali. Di sekolah, aku jadi sering melamun, membayangkan apa yang telah aku dan mbak Darsih lakukan kemarin. Aku tahu bahwa itu terlarang dan tidak boleh, tapi entahlah, aku menyukainya. Dan aku tidak ingin berhenti, aku ingin mengulanginya lagi kalau ada kesempatan. Sepertinya aku telah ketagihan dan merindukan memek mbak Darsih. Aku telah dewasa sebelum waktunya.
Pulang sekolah, meski lagi konak berat, aku cuma tiduran di kamar. Aku tidak berani mendekati mbak Darsih yang sedang asyik nonton teve di ruang tengah. Aku sedang mengusap-usap batang kontolku yang sudah tegang saat dia menyapaku dari pintu kamar.
“Kamu sakit?” tanya mbak Darsih yang tahu-tahu sudah berada disana.
”Nggak, mbak.” kataku salah tingkah karena sudah dipergoki seperti itu.
”Kok di kamar aja,” kata mbak Darsih sambil tersenyum.
Aku hanya diam, tak tahu harus memberikan jawaban apa.
”Apa sesak lagi?” dia bertanya lagi, matanya menatap penuh pengertian.
”Ah, nggak juga, mbak.” kilahku untuk menutupi rasa malu, untungnya saat itu aku juga mengenakan celana longgar yang sedikit banyak bisa menyembunyikan tonjolan penisku.
“Ya udah, sini perutnya mbak minyakin biar nggak masuk angin lagi.” katanya, dan tanpa disuruh, dia pun meminyaki perutku, lalu memijatnya perlahan.
Hal itu kembali membuat kontolku terbangun.
”Ih, dari luar memang nggak kelihatan, tapi dalamnya kelihatan sesak tuh,” mbak Darsih menunjuk daerah kontolku yang perlahan-lahan berubah menjadi semakin munjung.
“Ehm, iya kali, mbak.” kataku pasrah karena aku memang tidak bisa menutupinya lagi.
”Tegang ya?” bisik mbak Darsih sedikit genit.
”Iya, kenapa ya, mbok?” kataku polos.
“Nggak apa-apa, normal.” katanya sambil dengan tangan mulai mengusap-usap perlahan.
Aku mulai merasa nikmat di batang kontolku akibat belaiannya.
”Mau dibuang?” tawarnya.
”Jangan, mbak, sayang.” kataku bodoh.
”Nggak apa, nanti juga ada gantinya.” ia tersenyum.
Aku terdiam, berusaha mencerna ucapannya.
“Ehm, terserah mbak aja deh.” kataku pada akhirnya.
Kembali mbak Darsih menutup mukaku dengan bantal. Dan perlahan, kembali kurasakan nikmat menjalari batang kontolku saat dia menduduki dan menjepit batang kontolku di belahan lubang vaginanya.
“Mbak, kalau kakek pulang bagaimana?” tanyaku sambil merintih keenakan menikmati genjotannya.
”Tenang saja, nanti juga gedor pintu.” jawab mbak Darsih. Kurasakan goyangannya menjadi semakin cepat sekarang.
”Mbak, maksud mbak sesek itu apa?” tanyaku dengan tangan berpegangan erat pada sprei, berusaha menahan desakan nikmat dari batang penisku agar tidak cepat memancar keluar.
”Ah, kamu pura-pura nggak tahu ya?” kata mbak Darsih.
”Beneran, mbak.” sahutku masih dengan muka tertutup bantal.
Tidak bisa kuketahui bagaimana raut muka mbak Darsih sekarang, tepai dari erangan dan rintihannya, sepertinya dia merasa nikmat sekali, sama seperti yang aku rasakan sekarang.
”Maksud mbak, ininya kamu sudah penuh.” katanya sambil meraba biji pelirku.
“Oh, kirain celanaku yang sesek.” kataku baru mengerti.
Saat itulah mbak Darsih tersadar, ternyata kami telah salah paham. Dia langsung menghentikan gerakannya diatas kontolku.
”Mbak, kenapa?” tanyaku bingung, tak ingin kenikmatan ini terputus di tengah jalan.
”Aduh, gimana dong?” kata mbak Darsih sedikit panik.
”Maaf ya, kukira kamu mengerti…” dia sudah akan mencabut vaginanya, tapi segera kutahan pinggulnya.
“Nggak apa-apa, mbak. Aku nggak akan cerita sama kakek.” kataku menenangkan.
Mbak Darsih terdiam, seperti masih berusaha mencerna kata-kataku. ”Beneran ya?” ia bertanya memastikan.
”Iya, mbak. Asal mbak mau beginian terus sama aku.” kataku dari balik bantal.
Selama dia tidak menyuruh, aku akan tetap bersembunyi.
“Baiklah, mbak juga sudah tanggung. Mbak pinjam sebentar inimu ya?” katanya sambil memegangi penisku yang kini cuma kepalanya saja yang masih menancap.
”Iya, mbak.” sahutku dengan senang hati.
Akhirnya mbak Darsih pun melanjutkan gerakan naik turunnya di atas batang kontolku, hingga tak lama kemudian, aku kembali memuntahkan cairan kental ke dalam memeknya.
”Terima kasih ya,” dia mencium pipiku dan kembali merapikan pakiannya.
”Sama-sama, mbak.” Aku yang kelelahan, dengan tetap telanjang, terlelap tak lama kemudian.
Sejak itu, sesekali, jika mbak Darsih lagi pingin, dia suka berbisik;
”Boleh pinjam nggak?” Atau jika aku yang pingin, aku terkadang berkata,
”Mbak, kayaknya sesek.” itulah kode yang kami sepakati.
Begitulah, hubungan terlarang kami terus terjalan. Bahkan kami seakan tak peduli tempat dan waktu, jika hasrat kami sudah tak terbendung, kami selalu berusaha menuntaskannya, kapanpun dan dimanapun. Bahkan pernah, di malam hari, mbak Darsih masuk ke kamarku dan naik ke atas tubuhku, padahal saat itu kakek lagi ada di rumah. Nekat sekali dia, tapi aku juga tidak bisa menolak karena aku tahu kalau kakek sudah terlelap.
Yang lebih gila, pernah kusetubuhi mbak Darsih di gubuk tengah ladang saat ia tengah mengantarkan makanan buat kakek. Sementara kakek mencangkul untuk membuat bedengan, kutindih istrinya yang masih nikmat dan cantik itu hanya dengan beralaskan tikar lusuh. Kakek sama sekali tidak curiga karena matanya memang sudah sangat rabun, ia tidak bisa melihat jelas ke gubuk dimana kami berada.
Sering juga saat kakek nonton teve di ruang tengah, kuseret mbak Darsih ke dapur. Hanya dengan bertumpu pada meja, kutusuk tubuh sintalnya dari belakang. Mbak Darsih berusaha menutupi mulutnya dengan tangan agar rintihan dan teriakannya tidak sampai terdengar oleh kakek. Tapi aku yakin itu tidak akan terjadi karena kakek juga sedikit tuli.
Tapi selama kami bercinta dan bersetubuh, aku dan mbak Darsih tidak pernah melakukan kontak lain selain pertautan alat kelamin kami. Aku tak pernah mencium bibirnya, juga meraba tubuh sintalnya. Paling banter aku cuma sedikit memeluknya kalau sudah konak banget. Jika lagi pingin, aku biasanya langsung menusukkan kontolku ke memek mbak Darsih tanpa melakukan foreplay atau pemanasan terlebih dahulu. Gairah kami yang meluap-luap sudah cukup untuk membuat memek mbak Darsih jadi basah dan lengket.
Jika mbak Darsih yang pingin, biasanya dia meremas-remas dulu batang penisku, baru memasukkannya ke dalam lubang kenikmatannya. Sesekali aku memang kadang meremas payudara montok milik mbak Darsih disela-sela genjotan kontolku, tapi tak pernah lebih dari itu. Bahkan melihat bagaimana warna dan bentuknya saja, aku juga tidak pernah. Bagiku yang penting kontolku bertemu dengan memeknya, itu sudah lebih dari cukup.
Sungguh, walau diperlakukan begitu, aku tetap puas. Begitu juga dengan mbak Darsih. Jika aku datang, menusukkan kontolku, dan pergi meninggalkannya jika sudah usai, baginya itu sudah merupakan hal yang paling nikmat. Rupanya setelah hampir setahun tak pernah merasakan kepuasan dari kakek, ia jadi gampangan seperti itu. Tapi untungnya ada aku yang siap memuaskannya sewaktu-waktu, hingga disela-sela kesepiannya, dan kesepian di kampungku, mbak Darsih tetap bisa meraih kenikmatan ragawi dan berpacu di malam-malam gelap dan sunyi bersama. 

Tusukan Penis Perkasa



 Aku dan Laras baru selesai mandi bersama dan akan berganti pakaian, saat ponselku berdering, ternyata telepon dari isteriku yang tadi berangkat ke Australia.
Cerita Sex: Tusukan Penis Perkasa – Ist
“Dari siapa Yah…?” tanya Laras sambil memakai bh.
“Bunda” jawabku
“Terus Laras gimana, Yah…?” tanya Laras nampak khawatir.
Aku memberi isyarat agar dia tenang. Setelah tekan tombol ‘yes’ aku aktifkan speaker-phone agar Laras bisa mendengar pembicaraan kami. Dalam kondisi sekarang ini aku tidak ingin Laras merasa aku merahasiakan sesuatu dari dia. Bagaimanapun hari ini adalah hari pertama aku selingkuh dengan Laras, aku tidak ingin mengacaukan saat-saat seperti ini. Laras kembali memakai seragam sekolahnya walaupun agak kusut.
“Sore Bun, nginap dimana?” tanyaku
“Di Causeway 353 Hotel” jawab isteriku.
Setelah berbasa-basi dengan istriku, aku memberi tau kalau aku bersama Laras. Dari dulu istriku ingin mempunyai anak perempuan, tapi tidak mau hamil lagi. Laras yang sering datang ke rumah di luar jadwal pertemuan anak asuhku membuat Laras dan isteriku menjadi sangat dekat. Mungkin bagi Laras, kami adalah orang tuanya, sedangkan bagi isteriku, dia seperti mendapatkan anak perempuan kandung. Isteriku sudah sering mengusulkan agar Laras tidur di rumah saja supaya bisa mengawasiLaras sampai rencana kami mengirim Laras ke Australia untuk kuliah terlaksana.
“Oh iya, Bun. Ini ada Laras” kataku lagi sambil meraih tangan Laras.
Laras tadinya menolak tapi aku segera memberi isyarat agar dia tenang dan wajar.
“Laras…? Hei… apa kabar Sayang…?” tanya isteriku pada Laras
“Baik Bunda…”
Lumayan lama Laras bicara dengan isteriku. Berkali-kali Laras melirik minta persetujuanku untuk menjawab pertanyaan isteriku. Ternyata benar dugaanku, isteriku merasa senang setelah tahu ada Laras di rumah. Salah satu pesannya kepadaLaras adalah mengawasi dan menjaga menu makananku.
Akhirnya isteriku memberi tahu Laras kalau setelah lulus nanti, kami berencana mengirim Laras ke Australia untuk kuliah disana. Dia juga minta Laras pindah ke rumah kami. Sejenak Laras bengong tak percaya sampai aku ikut bicara meyakinkan Laras.
“Makasih Ayah” kata Laras setelah telepon ditutup sambil memeluku dengan erat dan menciumi wajahku.
“Laras tak pernah membayangkan kalau bisa kuliah ke luar negeri”
“Itu karena usaha Laras sendiri. Ayah lihat Laras nilai rapotnya sangat bagus, jadi sayang kalau hanya kuliah disini.” Jawabku.
“Sekarang kita makan dulu untuk merayakan berita gembira ini.”
Aku angkat telepon antar ruang dan bicara dengan Ayu untuk menanyakan apakah pakaian Laras sudah dikirim dari rumah asuh. Ternyata pakaian Laras sudah sampai dan diletakkan di ruang keluarga. Aku suruh Laras mengambil tasnya. Setelah Larasberganti pakaian kami berangkat menuju mall yang baru di buka di jalan Pemuda. Mall dengan hotel ini cukup megah. Setelah makan di salah satu cafe, aku ajak Larasberbelanja pakaian, sepatu, dan kosmetik. Laras bingung ketika memilih, rupanya dia baru pertama kali mengenal baju, parfum, dan lain-lain yang harganya di atas satu juta rupiah.
Selama ini penghuni rumah asuh ku hanya dibelikan pakaian yang sederhana, walapun bukan murahan. Harganya tidak sampai tiga ratus ribu satu stel. Kosmetik yang dibelikan isteriku mereka hanya merek lokal, jadi harganya tidak terlalu mahal. Akhirnya aku bantu dia memilih barang-barang yang akan dibelinya, salah satunya adalah lingerie dengan tali di bahu. Aku bayangkan Laras pasti sangat seksi memakai lingerie ini. Ketika membayar belanjaan Laras, aku baru tahu, dia membeli lotion untuk vagina juga. Aku tersenyum ketika Laras terlihat malu ketika aku ketahui dia membeli lotion vagina.
Hampir jam sembilan malam kami sampai di rumah. Satpam yang membukakan gerbang memberi tahu kalau para pembantu dan tukang kebun sedang asyik nontonTV di paviliun belakang, sehingga kedatangan kami tidak mereka sadari. Kami langsung ke kamar tidurku.
“Laras boleh tanya sama Ayah?” kata Laras tiba-tiba.
“Boleh. Kenapa?”
“Apa Bunda nggak marah, kalau tahu Ayah menghabiskan uang banyak buat Laras?”
“Kenapa mesti Bunda marah, Sayang? Laras dengar sendiri di telepon tadi. Bunda juga sayang sama Laras. Ayah dan
Bunda tidak punya anak perempuan, itu sebabnya Bunda ingin Laras tinggal di sini, bukan di rumah asuh… Ayah sama Bunda sudah lama ingin mengangkat Laras menjadi anak secara resmi. Hanya karena rumah asuh itu dikelola Bunda, agak sulit prosedurnya. Akhirnya Ayah sama Bunda memutuskan agarLaras tinggal disini, resmi sebagai anak atau tidak sudah tidak penting lagi” kataku menjelaskan.
“Iya sih, tapi…” kata-kata Laras terhenti. Aku tersenyum dan tetap diam menunggu Laras melanjutkan kata-katanya.
“Kita sudah seperti suami isteri… Ayah, Laras sudah mengkhianati Bunda” kata Laras lagi.
Ada keraguan dan penyesalan nampak di nada suaranya.
“Sudahlah Laras. Semuanya sudah kita lakukan dengan penuh kesadaran. Kita menikmati hari ini dengan penuh gairah dan kenikmatan. Bunda juga menyusuh Laras tidur di sini untuk menemani Ayah.” kataku untuk menenangkannya. “Kalau nanti Laras tinggal disini, pati Bunda juga akan membelikan Laras baju, sepatu dan lain-lain. Nah, sekarang Laras istirahat dulu. Besok Ayah antar ke sekolah.”
Laras menjawab dengan anggukan kepalanya sambil tersenyum yang dipaksakan lalu segera menyiapkan buku-buku pelajaran buat sekolah besok. Selesai menyiapkan buku dan seragamnya, Laras minta ijin untuk ke kamar mandi. Kali ini dia wanti-wanti agar aku tidak ikut.
“Iya deh… Ayah tunggu disini” aku tertawa mengiyakan. Aku tahu, Laras pasti akan menggunakan lotion vaginanya.
“Awas kalau ayah ngintip. Nanti nggak dikasi yang asyik-asyik…” kata Laras sambil melotot lucu.
Setelah keluar dari kamar mandi, aku minta untuk memakai lingerie yang baru aku belikan. Aku duduk di sofa untuk mengamati Laras melepas pakaiannya dan mengambil lingerie barunya. Laras menatapku sambil tersenyum. Nampaknya dia menyukai lingerie yang aku belikan. Tangannya meraih karet spandek celana dalamnya. Dengan gerakan matanya, Laras minta pendapatku apakah melepas celana dalam atau tetap dipakai.
Aku memberi isyarat agar dia melepas celana dalam dan branya, karena lingerie itu terdiri dari rok pendek dan G-string. Laras memenuhi permintaanku. Bra dan celana dalamnya dilepaskan lalu memakai lingerie barunya. Setelah memakai lingerie, aku minta Laras memakai make up yang tadi aku belikan. Dia hanya menyapukan bedak di wajahnya, lalu mengoleskan lipstick tipis di bibirnya.
Aku benar-benar terpesona setelah Laras memakai lingerie barunya serta berdandan tipis seperti ini. Dia nampak sangat cantik dan seksi. Lingerie itu berbentuk terusan yang terbuat dari broklat pink transparan. Lingerie itu hanya menutup tubuh Laras mulai dari puting payudaranya sampai pangkal paha. Ada dua utas tali di bahu kanan dan kiri untuk menahan lingerie itu agar tidak terlepas. Lingerie itu memamerkan lekukan tubuh Laras dari dengan sempurna dan tidak terkesan norak. Bagian atas menampakkan bahu laras yang lembut dan agak bidang, nampak seksi. Payudaranya yang terlihat bagian atasnya nampak menonjol dan terangkat. Payudara seorang gadis yang baru mekar. Sedangkan bagian bawahnya memperlihatkan kedua paha dan kakinya yang panjang dan bersih mulus.
Laras mendekati aku dengan bergaya seperti peragawati. Badannya lenggak-lenggok sengaja memancing birahiku, yang sudah bangkit sejak dia melepaskan pakaianya. Setelah kira-kira satu meter di depanku lenggokan tubuh Laras makin erotis. Gerakannya gemulai, pinggulnya bergerak dengan seksi, tangannya memegang rambutnya lalu diangkat ke atas. Kembali Laras meliukkan tubuhnya dengan tangan tetap menahan rambutnya. Aku benar-benar gemas dan terangsang menikmati gerakan Laras. kemudian tangannya memegang payudaranya lalu memijit dan meremas payudaranya sendiri, sambil sesekali mendesah.
“Ayah… Laras cantik kan…?” tanya Laras sambil terus meremas payudaranya. “Ayah suka Laras berpakaian seperti ini…? Ayah juga suka Laras memakai make up…?”
“Kamu cantik sekali Sayang.” Aku memujinya. Bukan untuk merayunya, tapi aku benar-benar tulus waktu mengatakannya. “Benar-benar cantik, juga seksi. Dengan lingerieini, keindahan tubuh Laras benar-benar tampak”
“Ah, Ayah bisa aja…” jawab Laras sambil duduk di pangkuanku dengan manja. “Laras jadi malu nih…” kedua tangannya memeluk leherku
“Lho, kenapa…?”
“Masa Laras dibilang seksi…” kata Laras sambil mendekatkan kepalaku di payudaranya.
Aku segera menggigit puting Laras dari luar lingerie. Tanganku aku lingkarkan di pinggangnya dan menyibakkan lingerienya bagian belakang dari bawah untuk meraih pantatnya
“Aahh… Ayah suka nakal sih…?” kata Laras di sela desahan nafasnya yang mulai memburu. Kepalaku diremas sambil diciumi.
“Tapi Laras suka kan…?” kataku menggodanya. Dia hanya tertawa menggoda.
“Suka banget…”
Aku berdiri sambil mengangkat tubuh Laras. Dia aku gendong lalu berjalan mengitari kamarku yang berukuran lima kali tujuh meter persegi. Sambil berjalan, aku senandungkan lagu Everything I Do, I Do It for You yang biasa dinyanyikan Bryan Adam. Tangan Laras melingkar di leherku, bergayut manja. Aku berjalan sambil mengayun-ayunkan tubuh Laras seperti menina-bobokan seorang gadis kecil. Nampaknya dia menikmati sekali ayunan tanganku. Matanya setengah terpejam dengan mulut merekah. Aku dekatkan mulutku ke bibirnya, lalu perlahan aku gigit bibirnya lalu aku hisap dengan lembut.
“Aahh…” Laras mendesah ketika lidahku menjilat langit-langit mulutnya.
Kami berciuman sambil menggendong tubuh Laras. Desahan dan erangan Laras bersaing dengan suara kecupan bibirku pada bibirnya. Lalu kami saling lumat dan saling hisap. Aku bawa Laras ke tempat tidurku dan aku baringkan dia, sementara lidahku terus menghisap dan mengait lidahnya. Aku ingin mencoba suasana baru dalam persetubuhanku dengan Laras.
Perlahan aku buka tali lingerie yang mengikat bahunya dengan mulutku. sesekali mulutku mengecup pundaknya sambil lidahku menjilat-jilat pundak Laras yang lunak tapi kenyal itu. Tali terlepas, tapi lingerie itu masih melekat pada tubuh Laras. kembali mulutku menurunkan sedikit lengerienya sampai dadanya terbuka, lalu aku kulum putingnya. Lidahku berputar dan mengait puting Laras yang sudah bertambah kenyal dan sekitar puting itu berubah berbintil-bintil.
Foto Jilbab Bu9il >>> www.orisex.com
Nafsuku sudah mendekati puncak. Aku ingin menikmati Laras dengan cara lain. Aku berubah menjadi liar dan kasar. Kasar namun tidak sampai membuat Laras merasa sakit. Aku ingin memuaskan nafsuku dengan caraku sendiri. Dengan penuh semangat dan cepat aku cium leher Laras. Melihat kekasaranku, Laras agak terkejut. Aku semakin liar dan rakus menetek payudaranya. Rupanya Laras ikut terbawa suasana. Nafasnya terengah-engah terdengar di sela-sela erangannya.
“Sshh… Ayah… aahh… sshh”
Dengan tak kalah liar dia merengkuh kepalaku dan mencari-cari bibirku, lalu melumat bibirku sambil memasukkan lidahnya ke dalam mulutku. kupeluk Laras dengan erat sambil beradu lidah. Kami saling hisap dan saling sedot sambil saling mengait-kaitkan lidah dengan penuh nafsu dan liar. Aku menumpukan berat badanku pada tubuh Laras, sehingga tubuh kami saling melekat dengan erat. Kulepas ciumanku pada bibir Laras, lalu aku susuri leher Laras, kemudian berpindah ke payudaranya kembali. Dengan kasar aku cium dan aku hisap payudara dan putingnya. Laras menggelinjang seperti ingin berontak melepaskan diri dari pelukanku. Aku tahu Laras tidak ingin aku yang mengendalikan permainan. Laras menginginkan dia yang mengendalikan permainan seperti tadi siang.
Laras ternyata memang tipe wanita agresif, selalu ingin menguasai permainan seks yang dilakukan. Dalam setiap berhubungan sex, wanita seperti dia tidak hanya ingin dibuat orgasme dan dipuaskan, tapi juga ingin memuaskan pasangannya. Wanita seperti dia juga dengan mudah muncul birahinya, seperti waktu melihat aku telanjang dada tadi siang.
Tapi aku tak peduli. Aku tidak memberi kesempatan kepadanya untuk bertindak lebih jauh. Aku masih ingin mengendalikan permainan ini. Kedua tanganku meremas-remas payudara Laras. Mulutku menyusuri perutnya yang rata dan kenyal. Lidahku merayap dipermukaan kulit perutnya yang halus dan licin karena ludahku. Kecupan dan jilatan lidahku makin cepat, liar dan kasar. Aku merangkak mundur sehingga bibirku menyentuh perut bawahnya, tepat di atas vagina, lalu aku jilat dan aku kecup sambil menghisapnya.
Laras melenguh dan menggelinjang. Aku ingin memberi tanda pada perut bagian bawah ini. Segera aku kecup lalu kusedot dengan kuat sambil menggigit pelan. Laras mengerang ketika aku menghisap dan menggigit perutnya. Beberapa saat kemudian, nampak bercak merah karena pembuluh darah di bagian itu melebar. Lima buah cupang aku letakkan berjajar membentuk huruf V di perut Laras.
Setelah puas memberi cupang di perut bagian bawah, aku melepaskan lingerienya, tidak dengan tanganku, tapi tetap dengan mulut dan gigiku. Ada sensasi lain yang aku rasakan ketika bibirku menyentuh kulitnya saat melepas lingerie itu. Sensasi lain dengan kalau aku sekedar mencium seluruh tubuhnya. Sensasi sentuhan bibirku pada kulit Laras saat melepas lingeri juga dirasakan Laras. Berkali-kali suara lenguhan dan desisan kami bersahut-sahutan. Demikian pula saat melepas G-string yang melekat di selakangannya. Bibirkuku pun bersentuhan dengan vagina Laras. Kami kembali merintih, mengerang dan mendesah.
Setelah seluruh tubuh Laras terbuka, dengan cepat aku pagut vagina Laras yang sudah basah berlendir. Lidahku dengan mantap menjilat dan bergetar pada klitorisnya, lalu vagina Laras aku hisap dan aku kilik-kilik dengan lidahku. Vaginanya mengeluarkan aroma berbeda dari tadi siang atau tadi sore. Itu karena Laras memakai lotion untuk vagina yang dia beli di mall. Aroma wangi menyusup hidungku membuat aku makin bersemangat untuk mengulum vagina dan klitorisnya.
“Ahh… sshh” hanya itu kata-kata yang berkali-kali keluar dari mulut Laras, tak ada yang lain.
Laras benar-benar menikmati permainanku. Badannya menggelinjang bergerak seperti ular yang menari karena mendengar tiupan seruling. Lidahku aku getarkan dengan cepat menyentuh bibir vagina Laras bagian dalam, sambil sesekali aku masukkan dan aku getarkan di dalam lubang vaginanya yang sangat sempit. Sesekali pula aku sedot saat kurasakan lendir vaginanya meleleh keluar sambil memasukkan klitorisnya ke dalam mulutku. Lalu aku masukkan hidungku ke dalam vaginanya. Sambil aku tekan, hidungku aku gesekkan di dalam lubang vagina Laras. sementara itu lidahku menjilat kulit antara anus dan vaginanya.
“Auw…sshh… Ayaahh…” Laras menjerit saat lidahku menjilat kulit antara anus dan vaginanya. Sejenak dia bergetar, lalu Laras mengangkat badannya seperti akan duduk. Mulutnya mendesis dan mengerang.
“Ssshh… Laras diapain Yah… ?” tanya Laras di sela-sela desisan bibirnya. “Aahh… nikmat bangeettt…” katanya lagi lalu kembali terlentang dan bergerak liar. Aku tak menjawab.
Aku lebih peduli dengan vagina dan klitoris Laras. Lebih peduli pada kulit antara anus dan vaginanya. Aku terus menjilat dan menghisap. Membiarkan Laras menikmati setiap rangsangan yang aku berikan.
Kedua kaki Laras aku angkat dan aku lipat di perutnya dengan posisi membuka, sehingga pantatnya terangkat dan vagina serta anusnya nampak sangat jelas. Ledir yang meleleh tampang cukup banyak dan deras. Vaginanya tampak berkedut-kedut pelan, klitorisnya menonjol ke depan seperti penis kecil yang sedang ereksi. Sedangkan anusnya yang berkerut ikut berkedut pula. Anusnya basah mengkilat karena terkena lelehan cairan vaginanya.
Aku tusukkan hidungku ke lubang anus Laras lalu aku goyangkan sambil aku tekan. Tercium bau khas anus bercampur wangi lotion vagina membuatku nyaman muntuk terus menjilat dan memasukkan lidahku. Mungkin bagi orang lain jijik menjilat anus partner seksnya, tapi bagiku bau itu menimbulkan sensasi tersendiri, apalagi bercampur dengan lotion vagina. Lidahku dengan cepat menari mengorek anus Laras. Bibirku mengecup dan dan menjepit kerut-kerut anusnya kuat-kuat. Tak kuduga. Laras dengan cepat mencapai orgasme yang pertama malam ini. Tubuhnya meliuk-liuk tak terkendali lalu mengejang dengan kuat, mulutnya mendesis-desis.
“Aahh… Ayah… Laras dapet lagi… aahh…” Laras berteriak kencang.
Tangan Laras mencengkeram kepalaku lalu rambutku diremas. Aku berhenti sejenak mengamati Laras. Mata Laras terpejam dengan nafasnya terengah-engah. Kedua betis dan pahanya menjepit kepalaku ketika aku susupkan kembali di antara kedua pahanya. Aku teruskan jilatanku pada anusnya, namun tidak secepat dan sekaras tadi. Perlahan dan lebut seluruh permukaan lidahku aku oleskan ke anusnya beberapa kali, lalu aku ganti menghisap lembut dan pelan klitorisnya. Aku ingin Laras dapat menikmati orgasmenya sepanjang mungkin. Aku merangkak menindih Laras. dengan lembut dan pelan aku kecup payudaranya. Laras memeluku lalu mencium bibirku. Dia agak kaget mencium bau anusnya yang masih menempel di bibir dan lidahku, lalu tersenyum sambil memejamkan mata.
“Ayah nggak jijik mencium dan menjlat anus Laras?”
“Enggak tuh…” jawabku. Laras menjawab dengan memelukku lalu mencium bibirku dengan ganas.
“Kalau gitu Laras juga enggak jijik.”
“Enggak jijik apa?”
“Ada deh… eh tapi Ayah nakal terus…?”
“Nakal gimana Sayang?”
“Laras inginnya Ayah yang ejakulasi, bukan Laras yang orgasme duluan”
“Ya sudah… sekarang terserah Laras.” kataku lalu berbaring di samping kanannya sambil menyusupkan tangan kiriku di bawah kepalanya, lalu memeluknya.
Perlahan Laras bangkit lalu menindih tubuhku, lalu dengan ganas dan liar dia mencium sekujur tubuhku. Leherku basah kuyup karena jilatannya. Hebat sekali gadis ini. Tujuh kali orgasme dalam sehari masih memiliki tenaga dan nafsu yang luar biasa dalam berhubungan sex. Mau tak mau aku membadingkan dengan isteriku yang hanya mampu bertahan dua kali orgasme sekali bersetubuh, kemudian menunggu dua atau tiga hari baru berhubungan sex lagi. Tapi Laras benar-benar tinggi stamina dan nafsunya. Laras tetap saja masih liar, menjilat-jilat tubuhku, dan meremas putingku dengan bibirnya. Putingku digigit-gigit dan dihisap bergantian kiri dan kanan.
Sementara, penisku yang sudah tegang sejak mengamati Laras berganti pakaian dengan lingerie, dimasukkan kedalam vaginanya. Laras memang tidak menggoyangkan pantatnya untuk mengocok penisku, tapi gerakannya waktu menjilat dan mengisap tubuhku membuat pantatnya juga bergerak, sehingga penisku serasa dipilin dan dipijat vagina Laras. Ingin aku mengimbangi gerakan Laras, tapi setiap aku merespon, Laras melarangku.
“Ayah diam dulu ya… biar Laras yang muasin Ayah…”
Akhirnya aku diam menikmati permainannya yang semakin agresif dan liar. Aku hanya menggeliat dan mendesis nikmat. Laras memundurkan badannya, sehingga penisku terlepas dari vagina, namun bibir dan lidahnya tetap menjilat dan meremas kulit dada dan perutku. Bibir dan lidah Laras diseret dan bergeser di permukaan kulitku, lalu berhenti dan berputar-putar di tempat, diseret dan bergeser lagi, berkali-kali. Perpindahan lidah dan bibir Laras makin ke bawah ke aras penisku.
Ketika sampai di pangkal penisku, lidahnya menekan dan menari-nari membasahi batang penisku. Kemudian lidah Laras mengitari selakanganku sebelah kiri dan kanan lalu berhenti di bagian bawah menjilat, mengecup dan memijat scrotumku dengan lembut sehingga aku melayang dibuatnya. Tiba-tiba Laras menjadi liar ketika dengan penuh nafsu, penisku dilahapnya lalu dihisap dan dipuntir dengan lidahnya.
“Ssshh… Laras… sshh…” aku mendesis dan mengerang.
“Nikmat kan Yah…?” kata Laras ketika berhenti menghisap penisku.
“Iyyyaa… Terusin Sayang…aahh” aku minta Laras untuk meneruskkan aksinya.
Sebenarnya, tanpa kusuruh pun Laras pasti terus mengulum dan mengocok penisku dengan mulut dan lidahnya, karena begitu selesai mengucapkan kata-kata itu, Laras dengan sigap langsung mengulum penisku kembali dengan intensitas lebih tinggi.
Tangannya menggenggam pangkal penisku sambil digerakkan seolah sedang memutar gas sepeda motor dibarengi dengan gerakan mengocok dengan erat dan mantap namun lembut, sehingga penisku terasa nikmat sekali. Beberapa saat kemudian, aku sudah hampir ejakulasi. Laras mempercepat kocokannya dan memperkuat hisapannya. Namun tiba-tiba dilepaskannya penisku dari mulutnya. Bibirnya menyusuri pangkal pahaku, lalu berputar-putar di pahaku bagian dalam. Kakiku kemudian diangkat sehingga tubuh dan kakiku membentuk sudut sembilan puluh derajat.
Kemudian Laras meneruskan jilatannya sambil menyeret lidahnya dipermukaan kulit paha belakangku, lalu pantatku menjadi sasaran lidahnya. Giginya mengigit-gigit pelan pantatku dibarengi dengan hisapan dan jilatan lidahnya. Laras tidak berhenti di pantatku. Belahan pantatku pun ikut dijilat, dikecup dan dihisapnya. Anusku juga tak lepas dari korekan dan pijatan lidah Laras, sementara tangannya terus mengosok penisku.
“Uhh… ssshh” hanya itu kata-kata yang mampu aku ucapkan menikmati jilatan, hisapan dan kecupan Laras di anusku.
Baru kali ini seumur hidupku pantatku dijilat orang, apalagi sekarang dijilat dan dihisap gadis muda yang cantik seperti Laras. Aku benar-benar puas atas permainan Laras. lama sekali dia menjilat anusku sampai-sampai aku kembali hampir ejakulasi. Penisku yang ada dalam kocokan Laras terasa berkedut hebat, tapi dia berhenti mengocok penisku dan menjauhkan mulutnya dari anusku.
“Laras… Masukin penis Ayah ke dalam…” kata-kataku terhenti.
Aku berharap agar Laras segera mengulum penisku, namun lagi-lagi Laras membuat aku semakin penasaran. Laras malah menjilat betisku.
“Sabar Ayah… ejakulasinya nanti dulu ya…” kata Laras sambil tersenyum mengejek.
Aku makin penasaran. segera aku raih kepala Laras dan aku sodorkan ke penisku, namun Laras mengelak dengan gesit.
“Eit… sabar dong… Ayah nikmatin aja dulu seperti siang tadi Laras menikmati permainan Ayah… hihihi…” kata Laras sambil tertawa.
Rupanya dia ingin membalas, ketika tadi siang orgasmenya aku tunda sampai beberapa kali.
Selesai berkata begitu, lidahnya lincah menari menyusuri betis belakangku, lalu lipatan lututku. Jilatan Laras terus turun ke arah telapak kakiku. Memang, geli dan nikmat rasanya, namun tentu saja lebih nikmat jika Laras mengisap penisku, bukan betis, lipatan lutut atau telapak kakiku. Kekecewaan karena ejakulasiku yang tertunda dua kali membuat penisku sedikit mengendur, walapun masih cukup keras untuk masuk ke vagina Laras. Rupanya Laras tahu kalau penisku jadi sedikit mengendur.
Laras berhenti menjilat telapak kakiku, lalu merangkak menindih tubuhku. Tubuhnya dengan ketat menghimpit tubuhku. Payudaranya melesak karena menekan dadaku, sedangkan vagina dan klitorisnya digesek-gesekkan di penisku. Kembali penisku ereksi dengan sempurna. Tegang, keras, dan kekar. Dengan sekali gerakan pinggulku, ujung penisku sudah menempel di mulut lubang vagina Laras. aku angkat pantatku agar penisku segera melesak kedalamnya, namun vagina Laras benar-benar sempit, sehingga aku kesulitan dan gagal memasukan penisku. Nafsuku benar-benar memuncak, ingin segera terpuaskan.
“Ayah… kok enggak sabaran sih…?” kata Laras sambil tertawa ketika aku gagal memasukkan penisku. “dibilang nanti ya nanti dong… Ayah sabar ya…” katanya lagi
“Laras… ayo dong… Ayah udah nggak tahan, Sayang…” kini aku yang merengek minta segera dipuaskan oleh Laras.
Laras menjawab permintaanku dengan mengulum putingku. Bibir dan lidahnya kembali menjilat-jilat dadaku, leherku dan melumat bibirku. Penisku yang sudah hampir meledak terjepit vaginanya. Laras menggerakkan pantatnya, penisku pun dikocok bibir vaginanya. Bibir vagina dan klitoris Laras yang basah terasa hangat mengocok, menjepit dan meremas penisku. Aku hampir gila diperlakukan Laras seperti ini.
“Uh… ssshh…” Laras mendesis sambil menggigit bibir bawahnya sambil memejamkan matanya erat-erat.
Rupanya gesekan penisku di klitoris dan vaginanya telah membuat Laras terangsang hebat dan tak mampu membendung nafsunya sendiri. Nampak sekali gerakan Laras sudah tak teratur. Akhirnya Laras mengendurkan pelukannya. Penisku diraihnya lalu dikocok sebentar sebelum dimasukkan ke dalam vaginanya. Dengan susah payah, akhirnya setengah penisku amblas ke dalam vagina Laras. Laras berusaha memasukkan semua penisku ke dalam vaginanya dengan menduduki penisku, lalu mengangkat pantatnya dan menekannya ke bawah.
“Ayaahh… ssshh… aahh” Laras mendesah dan mengerang ketika akhirnya penisku masuk semuanya ke dalam vaginanya.
Dengan pelan dan lembut Laras bergerak memutar pinggulnya. Putaran dan goyangan laras membuat penisku terasa dipijat dan diremas. Lalu aku merasakan sesuatu yang belum aku rasakan selama bersetubuh dengan Laras atau dengan isteriku. Aku merasakan penisku disedot dengan kuat beberapa kali, lalu seperti dikocok biasa, kemudian disedot lagi beberapa kali, lalu biasa lagi… Aku tatap mata Laras yang terpejam menikmati persetubuhan yang kami lakukan. Aku merasa melayang. Berkali-kali sedotan vagina Laras membuatku segera menuju ejakulasi. Aku berusaha menahan, karena Laras saat ini belum meunjukkan tanda-tanda akan orgasme. Tiba-tiba Laras mencabut penisku dari vaginanya, lalu duduk sambil tangannya meremas dan mengocok penisku.
“Jangan buru-buru dikeluarin Ayah… Ayah tadi janji sama Laras…”
“Janji apa sayang…” aku benar-benar lupa apa yang suydah aku janjikan kepada Laras.
“Masa lupa Yah…”jawab Laras tanpa memberi penjelasan apa janjiku, Laras mengulurkan kedua tangannya menyuruh aku bangkit. Setelah aku duduk, Laras membelakangi aku dan nungging.
“Dari belakang Yah… Laras ingin disetubuhi dari belakang”
“Oh… Laras… kamu bukan gadis kelas 3 SMA… kamu benar-benar wanita. Wanita dewasa yang matang dan selalu ingin mencoba yang baru…” kataku dalam hati.
Tanpa menunggu lebih lama segera aku merangkak mendekati Laras dan memegang pantatnya. Dengan pelan aku masukkan penisku ke dalam vaginanya. Laras menyambut penisku dengan tidak sabar. Dihentakkannya pantatnya ke belakang dengan keras dan cepat. Vagina Laras yang sudah sangat basah dan agak melebar karena terangsang hebat, serta posisi doggy ini membuat penisku tak terlalu sulit memasuki vaginanya. setelah masuk semuanya Laras memutar pantatnya. Penisku serasa dipilin-pilin, diremas dan dipijat.
“Ahh… Ayaahh….” Laras menjerit. “Nikmat sekali…aahh ssshh”
Aku raih payudara Laras yang bergoyang-goyang karena gerakannya untuk mengocok penisku. Kuremas dan kupilin putingnya, sambil terus bergerak maju mundur mengocok penisku di dalam vagina Laras. Dengan posisi doggy ini membuat tulang vagina Laras yang bagian depan mengesek batang penisku bagian bawah. Nikmat dan nikmat. Itu yang aku rasakan ketika penisku keluar masuk dalam vagina Laras yang bergerak dan berputar.
Entah kenapa aku yang tadi sudah hampir ejakulasi kini aku merasa sangat segar dan kuat. Tak sedikit pun tanda-tanda aku akan segera ejakulasi. Mungkin karena dengan posisi doggy ini aku merasa dapat mengendalikan persetubuhan, bukan dikendalikan oleh Laras, sehingga aku masih mampu bertahan. Apalagi aku melihat Laras menikmati persetubuhan dengan gaya yang pertama dia lakukan. Aku makin merasa nyaman dan mampu bertahan untuk tidak ejakulasi dengan cepat.
Dengan mantap dan kencang aku sodokkan penisku ke dalam vagina Laras. tubuh Laras tergundang-guncang maju mundur karena goyanganku. Kedua tanganku memegang dan pantat Laras. empat jari tangan kanan dan kiri meremas pantat Laras, sedangkan jempolku aku selipkan di belahan pantatnya, mengorek dan mengelus anusnya.
“Ayah… nikmat sekali…” kata Laras sambil menoleh ke belakang dan berusaha melihat apa yang aku lakukan terhadap anusnya.
“Iya… Sayang… Ayah juga merasa nikmat…”
“Jempol ayah… sshh… aahh… Jempol ayah…” Laras mendesiskan kata-kata dengan cepat sambil terengah-engah.
“Hmmm…? Kenapa… ? Nikmat kan…?”
“Iya… aahh… ssshh…” Laras makin mendesis dengan mata melotot. “Masukin Ayah… Masukin penis Ayah di anus Laras… Cepat Ayaahh…” Laras berteriak kesetanan.
Rupanya dia ingin melakukan anal seks. Laras benar-benar gadis yang luar biasa di bidang seks. Dia nampaknya selalu ingin mencoba hal-hal yang baru. Sedangkan aku, ini pertama kali aku melakukan anal sex. Aku belum pernah memikirkan untuk melakukan anal sex, sementara isteriku juga tak pernah meminta. Memang kami melakukan hubungan sex dengan berbagai macam gaya, tapi yang namanya anal sex belum pernah kami coba lakukan. Kami tidak pernah mengeksplor anus waktu melakukan foreplay. Sejenak aku ragu, tapi Laras kembali meminta untuk melakukan anal sex. Perlahan aku lepaskan penisku dari vagina Laras.
“Kenapa berhenti Ayah…?” tanya Laras “Kalau gitu cepat masukin penis Ayah dalam anus Laras…” kata Laras sambil meremas dan mengocok vagina serta klitorisnya sendiri.
Aku turun dari tempat tidur untuk mengambil botol lubricant gel yang biasa aku gunakan untuk bersetubuh dengan isteriku. Karena dia sudah mengalami menopause, lubricant gel ini sangat menolong untuk membuat vagina isteriku basah. Kelenjar yang mengeluarkan cairan vaginanya tidak produktif lagi. Kami gunakan lubricant gel agar isteriku tidak kesakitan waktu bersetubuh. Dengan demikian isteriku dapat menikmati persetubuhan yang kami lakukan.
Kuminta Laras untuk nungging lagi. Perlahan aku elus anus Laras sambil sedikit-demi sedikit aku masukkan jariku agar otot-otot anusnya mengembang. Aku tahu, Laras akan kesakitan karena anusnya dimasuki penisku untuk yang pertama kali. Bagaimanapun juga otot anus berbeda elastisitasnya dengan otot vagina yang lebih mudah melebar saat dimasuki penis. Aku mencim dan menjilat anus Laras dengan lahap guna memberi rangsangan. Dengan jilatanku, aku berharap Laras akan merasa nikmat sehingga pada saat aku lakukan penetrasi, Laras tidak akan begitu kesakitan.
“Aahh… aahh… sshh… Ayah… cepat masukin dong…” Laras merintih dan merengek agar aku cepat-cepat memasukkan penisku.
Rupanya Laras benar-benar penasaran untuk menikmati anal sex.
“Iya Sayang…” jawabku sambil terus menjilat dan mengorek anus Laras dengan lidahku. “Sabar sebentar… tunggu sampai anus Laras bener-bener siap menerima penis Ayah.”
“Auw… ssshh nikmat. Ayah… masukin sekarang dong…”
Aku tidak mau langsung memasukkan penisku ke dalam vagina Laras. aku tidak ingin dia terlali kesakitan karena pertama kali melakukan anal sex. Aku meraih botol lubricant gel lalu memasang tabung aplikatornya. Perlahan aku tusukkan tabung aplikator ke dalam anus Laras sambil menekan botol itu.
“Ups… sshh ya… gitu dong Ayah… penisnya dimasukin”
Laras tidak menyadari kalau yang aku masukkan kedalam anusnya bukan penis melainkan aplikator. Setelah cukup gel yang masuk ke dalam anus Laras, aku tuang dan aku oleskan pada telunjuk tangan kananku. Kemudian telunjukku yang basah karena lubricant gel perlahan-lahan aku tusukkan ke dalam anus Laras, aku tarik sedikit, lalu aku tusukkan lebih dalam lagi.
“Ahh… terusin Yah…”
Dengan perlahan aku kocok jariku di anus Laras, sementara tanganku yang lain meremas vagina Laras. Klitorisnya aku pilin-pilin dan pencet dengan lembut dengan jempolku, sedangkan dua jariku memasuki lubang vaginanya lalu bergerak keluar masuk di dalam vaginanya. Dua lubang sumber kenikmatan seksual Laras aku korek, aku tusuk-tusuk. Pantatnya aku jilat dan aku gigit-gigit pelan. Laras terus merintih dan mendesah menikmati setiap remasan, kocokan dan gigitanku. Anus Laras sudah siap sekarang, karena jariku dengan leluasa dapat keluar masuk memompa anusnya. Perlahan penisku yang sudah sangat keras dan tegang aku tempelkan di pantatnya. Jariku terus mempompa anus dan vaginanya.
“Kok belum masuk sih…? Tadi yang masuk apa dong Yah…” tanya Laras setelah tahu penisku belum menyentyh anusnya
Perlahan telunjuk kananku aku lepas dari anus Laras. Kembali aku tuang lubricant gel lalu aku oleskan di penisku. Perlahan penisku aku coba masukkan ke dalam anusnya. Susah sekali memasukkan penisku, walaupun lubrikan gel cukup membantu. Laras mengerti kesulitanku lalu menoleh ke belakang.
“Sshh… Aahh… Susah masuknya ya Yah?” tanya Laras lalu dia merendahkan bahunya dan membuka lebar-lebar pahanya sehingga posisinya semakin nungging, pantatnya dan anus membuka lebih lebar.
“Sabar ya Sayang…” kataku. “Agak sakit nanti pada awalnya”
“Iya… Yah… nanti pasti sakit, tapi sesudah itu jadi nikmat” kata Laras sambil tersenyum.
Aku paksa penisku agar bisa masuk ke dalam anus Laras dengan mendorongnya kuat-kuat.
“Auw…” Laras menjerit kesakitan saat seperempat bagian penisku berhasil memasuki lubang anusnya. “Sakit sekali Yah…”
Aku berhenti sejenak untuk membiarkan otot anusnya melebar secara alami agar tidak terlalu menyakitkan bagi Laras.
“Kenapa berhenti Ayah…?” tanya Laras sambil menggoyangkan pantatnya.
“Supaya Laras tidak kesakitan…” jawabku.
“Terusin dong yah…” kata Laras lalu mendorong mundur sehingga penisku tertekan dan melesak beberapa senti lagi ke dalam anusnya. Akibatnya sungguh luar biasa bagiku.
Pantat Laras yang berputar membuat penisku serasa dijepit dengan ketat oleh benda yang kenyal sambil diremas-remas. Nikmat. Sungguh nikmat!
“Aahh…” kami mengerang hampir bersamaan.
“Sakit Sayang?” tanyaku mendengar Laras merintih
“Sakit sedikit … tapi nikmat sekali, Ayah” kata Laras. Kemudian Laras dengan semangat menggoyangkan pantatnya.
Mendengar desahan dan erangan Laras yang dapat merasakan nikmat saat penisku bergoyang karena gerakan pantatnya, aku tarik penisku keluar sedikit lalu aku masukkan lagi dengan pelan tapi mantap. Setelah tiga empat kali penisku keluar masuk, aku tekan dengan sedikit keras sehingga penisku melesak sepenuhnya ke dalam anus Laras.
“Auw…” Laras kembali menjerit
“Sakit Sayang…?”
“Enggak…” kata Laras sambil dengan semangat dia memutar pantatnya mengimbangi gerakan maju mundur yang aku lakukan. “Ahh… Nikmat sekali Ayah… sshh… aahh… sshh…”
Aku membungkuk untuk meraih klitoris Laras lalu memilin dengan dua jariku, sementara tanganku yang lain meremas-remas payudaranya. Kami mengerang bersahut-sahutan. Belum lima menit, tubuh Laras mengejang sambil mengerang keras.
“Ayaahh… auw… aahh…” teriakan Laras mengagetkan aku. Laras meliukkan badannya, pantatnya disodok-sodokkan ke belakang dengan keras dan cepat.
“Kenapa Sayang…?” aku bertanya karena mengira dia kesakitan.
“Laras…aahh…ssshh… Laras orgasme lagi….”
Aku tak menduga Laras sudah orgasme. Rupanya benar informasi yang aku baca, anal sex lebih nikmat, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Dengan anal sex, penis terjepit lebih kencang sedangkan bagi wanita, sodokan penis di dalam anus dapat dengan mudah mendorong otot-otot usus besar menekan G-spot. Itu sebabnya kenikmatan yang ditimbulkan luar biasa. Demikian pula Laras. Hari pertama melakukan persetubuhan disertai dengan anal sex.
Hal ini rupanya yang menyebabkan Laras dengan mudah memperoleh puncak kenikmatan. Laras ambruk tersungkur di atas tempat tidur sehingga penisku terlepas dari anusnya. Sebenarnya aku juga hampir ejakulasi, kalau saja Laras dapat bertahan lebih lama sedikit lagi. Laras membalik tubuhnya hingga terlentang, nafasnya memburu terengah-engah sedangkan matanya terpejam.
“Nikmat sekali Ayah…” katanya lalu diam tidak bergerak sampai beberapa saat.
“Ayah-bener-bener hebat…” katanya lagi.