Senin, 02 Mei 2016

Cerita Dewasa, Skandal Sex Jadi PNS


Dalam keputus asaan, kubulatkan tekat untuk mengambil jalan pintas. Ya melalui bantuan orang pintar. Rekomendasi seorang teman yang kini sudah menjabat di sebuah instansi basah.
Malam itu kira kira pukul 7 malam ketika aku tiba di tempat yang aku tuju. Lumayan lama juga aku mencari. Tempatnya cukup jauh dari jalan utama. Suasana sepi, pohon yang lebat cukup membuat bulu  kuduk ku meremang. Sampai akhirnya ketika kuketuk pintu munculah seorang ibu paruh baya mempersilahkan ku masuk.
“Permisi, apa benar ini rumahnya Bu Retno ?” tanyaku kemudian.
“Oh iya, saya sendiri. Silakan masuk, Mas!” Setelah dipersilakan duduk, tanpa basa-basi aku segera memperkenalkan diri dan langsung mengutarakan maksud kedatanganku.
“Ooo, jadi Mas Azhim  ini juga pengen jadi pegawai negeri to?”
“Iya Bu! Saya juga sudah membawa sebotol madu murni sebagai syarat, seperti yang dikatakan teman saya.” aku menyodorkan satu botol madu murni kepada Bu Retno .
“Kalau begitu, silakan Mas Azhim  ikut saya ke dalam!” Bu Retno  beranjak dari duduknya sambil membawa botol madu yang aku berikan tadi.ia  berjalan menuju ke sebuah kamar di ujung ruangan.
Dari belakang aku membentutinya sambil memperhatikan gerakan pantatnya yang membuatku menelan ludah. Sesampainya di dalam ruangan yang redup itu, Bu Retno  menutup pintu dan menyuruhku membuka pakaianku.
“Maaf ya Mas Azhim ! Tolong pakaiannya di lepas dan silakan berbaring di ranjang itu! Kita akan segera memulai ritualnya!”
“Semuanya, Bu?” tanyaku malu-malu. Bu Retno  tersenyum,
“Mas Azhim  gak usah malu. anggap saja saya tidak ada. Toh ini kan juga demi cita-cita Mas Azhim !” Bu Retno  benar, pikirku.
Lagi pula aku sudah terlanjur datang ke sini, jadi aku tidak perlu malu lagi. Sementara Bu Retno menyiapkan kelengkapan ritual, aku segera menanggalkan semua busanaku kemudian berbaring di atas ranjang yang tidak terlalu empuk itu.
Beberapa saat kemudian, dengan sebotol madu ditangannya , Bu Retno  datang dan duduk di sampingku.
Sesaat aku sempat melihat Bu Retno  mengamati tubuh telanjangku. Pandangannya terkesan liar, seolah tengah melihat ayam panggang yang siap untuk di santap.
Dengan duduk bersimpuh di sampingku, Bu Retno  mulai menuangkan madu murni itu ke sekujur tubuhku. aku memejamkan mataku saat tangan lembut Bu Retno  mulai menyentuh dadaku, meratakan madu yang lengket itu ke setiap sudut tubuhku.
Jemarinya yang lentik dengan lihai menari-nari, meremas-remas dada bidangku, dan mempermainkan bulu-bulu halus yang tumbuh di atasnya. aku menggigit bibirku sendiri, mencoba mengendalikan aliran darahku yang bergejolak menuju ke arah pangkal pahaku.
“Mas Azhim  sudah punya pacar?” tanya Bu Retno  memecah keheningan.
“Eh, saya baru menikah enam bulan yang lalu, Bu!”
“Ooo…, jadi masih pengantin baru to! Wah, lagi panas-panasnya dong, Mas!” kata Bu Retno  meledek.
“ah, Bu Retno  ini bisa saja!” Tanpa sengaja tanganku menyentuh lutut Bu Retno  ketika ia  memindahkan tanganku yang tadi menutupi kemaluanku. aku juga sempat melirik pahanya yang sedikit tersingkap.
Wah, mulus juga pahanya, pikirku. Tanganku jadi betah berlama-lama di atas paha mulus itu. Bu Retno membiarkannya ketika tanganku mengelusnya. Bahkan ia malah makin melebarkan pahanya. Seolah memberikan tanganku peluang untuk bergerak menelusuri paha bagian dalamnya. Darahku semakin mendidih manakala dengan lincahnya jemari Bu Retno  turun ke perutku, membelai bulu-bulu halusnya dan memijat otot- otot perutku yang keras.
“Wah…, badan Mas Azhim  kekar juga ya. Pasti Mas Azhim  rajin olah raga.”
“Ya, tiap pagi saya usahakan untuk olah raga meskipun cuma angkat beban atau sit up.”
“Ooo…, pantesan adik Mas Azhim  gede!”
“Maksud Bu Retno , adik yang mana?” tanyaku pura-pura bodoh.
“Maksud saya adik yang ini…..” kata Bu Retno  sambil meremas kejantananku tanpa rasa canggung. ada rasa kaget sekaligus senang dengan perlakuan Bu Retno . Ia  dengan lembut melumuri kejantananku dengan madu, kemudian mengocoknya pelan.
“Ooohh…, Bu! …!” aku melenguh nikmat. aku juga semakin berani dengan menyingkap roknya dan memilin pahanya lebih jauh lagi. Dan ternyata Bu Retno  menanggapi positif tindakanku itu. Terbukti dengan ia sedikit mengangkat pantatnya agar aku bisa mencapai pangkal pahanya. astaga…!
Sekali lagi aku terkejut sekaligus senang manakala tanganku menyentuh rambut-rambut halus diantara pangkal paha Bu Retno .


Ternyata ia  sudah tidak memakai celana dalam. Perlahan-lahan aku mulai menggosok bibir vagina Bu Retno  yang sudah basah itu dengan jariku. Bu Retno  bertambah kelonjatan dan semaikin bersemangat mengocok batang kejantananku. Perlahan lahan batang kejantananku itu mulai membesar dan mengeras. Tanpa rasa jijik, Bu Retno  mulai menjilati sisa-sisa madu yang menempel di sekitar pangkal pahaku, melumat buah zakarku, kemudian bergerak naik menyapu urat-urat kejantananku  yang sudah bertonjolan.
“Gimana Mas Azhim ? Enak kan?” tanya bu Retno  di sela-sela aksinya.
“ahh.., nikmat banget Bu! Saya belum pernah merasakan senikmat ini!” aku memang belum begitu pengalaman dalam hal sex. Selama berhubungan dengan isteriku, kami hanya melakukan dengan cara standart saja.
Namun kali ini Bu Retno  memberikan pelajaran baru yang ekstrim. Terbukti ketika Bu Retno  dengan lembut memasukkan ujung penisku ke mulut mungilnya.
“Ooougghh…, Bu!” nafasku semakin memburu. aku merintih-rintih nikmat, ketika Bu Retno  masih asyik mempermainkan kejantananku  di dalam rongga mulutnya. aku juga semakin berani. Kutarik rokny sampai terlepas.
Bahkan Bu Retno  juga melepaskan kaosnya sendiri. Gila! Di usianya yang sudah tidak muda lagi, ternyata bu Retno  masih memiliki tubuh yang bagus. Kulitnya putih mulus, payudaranya yang masih kencang dan montok, serta pantatnya yang bulat menggemaskan membuatku seolah ingin mengunyahnya.
Oh, sungguh sexy. “aahhh…., penis  Mas Azhim  memang luar biasa besarnya.
Hhhmmmm…., saya memang sudah lama mendambakan penis  sebesar ini.Hhhmmm…!” dengan rakus Bu Retno  kembali melumat kejantananku.
Kali ini ia  mengangkangi tubuhku dan menyodorkan vaginanya tepat ke wajahku. Dengan naluriku, aku mendekatkan mulutku ke vagina Bu Retno  yang merekah merah. Bau harum yang keluar sangat merangsah syaraf otakku untuk menjilatnya.


Perlahan-lahan kujulurkan lidahku, dan kusapu permukaan vaginanya dengan lembut. “aaaaghhh…! Yaahhh…, begitu Mas! Jilat terus punya saya….!Oooghhh…!”
Bu Retno  bertambah semangat mempermainkan kejantananku  di dalam mulutnya. Sementara tangannya mengocok batang kejantananku , kepalanya juga bergerak naik turun. Sesekali ia  menyedo-nyedot ujung kejantananku  kuat-kuat. Cukup lama kami dalam posisi ini, saling menjilat, mengulum dan mengocok kemaluan masing-masing. Berapa saat kemudian Bu Retno  melepaskan kulumannya.
“Gimana, Mas Azhim  Suka kan?” tanya Bu Retno  sambil tersenyum padaku. aku hanya mengangguk pelan sambil menikmati jemari Bu Retno  yang masih memijit-mijit batang kejantananku .
“Berdasarkan pengamatan saya, kebanyakan orang yang mempunyai penis besar mempunyai keinginan yang besar pula. Saya yakin, kali ini Mas Azhim  pasti akan bisa jadi Pegawai Negeri.”
Kata Bu Retno  menjelaskan. “Tapi sekarang, biarkan saya bersenang-senang dulu dengan penis  Mas Azhim  yang besar ini!” Bu Retno  mengambil posisi duduk di atas pahaku.


Perlahan-lahan ia  meraih kejantananku dan membimbingnya menuju ke gua darbanya yang sudah basah. Dia terlihat meringis saat ujung penisku mulai memasuki vaginanya yang hangat. Ngilu kurasakan di ujung kepala kemaluanku. Entahlah… karena ia sudah berpengalaman atau memang aku yang terlalu ingin hingga urat syarafku seoalh putus. Berbagi macam posisi kami coba. 69, doggy style,berdiri, salto, dan sebagainya hingga tak terasa kami berdua pun mencapai kepuasan bersama. Aku puas bu Retno  pun puas. Hingga akhirnya tepat 1 buan kemudian aku di terima bekerja sebagai pegawai negri sipil goongan 3A. Lumayan pikirku.   Begitulah kisah seksku yang awalnya ingin masuk PNS dengan cara pintas, mohon jangan serius apalagi mencontoh mungkin kisahku ini hanya kebetulan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar